Assalamu'alaikum, setelah sekian lama nggak menulis, yeah, I'm back!
Entah kenapa, menulis selalu menyenangkan setiap jam-jam segini. Ohya, pada tulisan ini saya akan membahas tentang film yang tengah booming di kalangan muslimah. Surga yang Tak Dirindukan.
Saya termasuk salah satu penikmat karya dari Asma Nadia, penulis novel yang berjudul Surga yang Tak Dirindukan ini. Saya pernah mendengar bahwa sebenarnya novel ini merupakan cerbung yang pernah dimuat di majalah UMMI sekian tahun lalu, namun dengan judul berbeda, Istana Kedua. Pantesan, saya kayak pernah mengenal tokoh Arini dan Pras. Dulu saya suka nyolong minjem majalah UMMI punya ibu saya, dan baca kisah ini sampai tamat. Waktu itu saya masih SD atau SMP gitu. Harusnya kan saya baca rubrik anak-anak ya (FYI, di majalah UMMI ini ada rubrik untuk anak-anak, yang halamannya berwarna, dan ada tokoh komik yang namanya Habib dan Hilwa). Kalau saya sudah tamat baca rubrik anak-anak, jadi iseng mbleber ke rubrik yang lain, hahaha.
Barusan aja, saya memutuskan untuk nonton filmnya di bioskop sama Fathia. Kebetulan saya juga baru baca novel Surga yang Tak Dirindukan ini. Loh, katanya dulu udah baca sampai tamat? Ya, dulu saya kan masih unyu-unyu, mana ngerti masalah poligami yang menjadi pokok cerita dari kisah ini.
Mas, poligami ki uopo tho? (Mas, poligami apaan sih?)
Mosok kowe rak ngerti tho? Kae lho poligami. (Kamu nggak ngerti poligami? Itu lho poligami.)
Kemudian masnya menunjuk sepeda. Merknya, Polygoni. hahaha. epic.
Cuplikan di atas adalah salah satu dialog mas-mas pekerja bangunan (staffnya Pras, ohya, Prasetya ini ceritanya seorang arsitek), yang konyol banget. Haha, lumayan lah, sebelum adegan menguras air mata pada saat nonton film ini.
Seperti biasa, buku dan film terkadang memiliki kisah yang agak sedikit berbeda, meskipun inti cerita sama. Beberapa hal di film memang diubah untuk kepentingan cerita agar lebih hemat waktu, namun pesan yang ingin disampaikan tetap ada. Ohya, saya ini jarang-jarang nonton film di bioskop, tapi karena momennya abis baca buku ini dan rasanya ikut merasakan emosi yang dialami Arini akibat poligami, saya jadi pengen melihat bentuk interpretasinya di film. Ais nangis nggak? Seperti biasa, karena saya cengeng, yaaaa gituuuu deeeeeh.
Pada saat saya membaca bukunya, lumayan sih, emosi saya agak terpancing. Betapa menyedihkannya menjadi Arini karena merasa dirinya dikhianati oleh suami. Ia merasa kalau Pras ini sudah tidak mencintainya lagi, karena dirinya merasa sudah tidak secantik dulu, dan lain-lain. Tapi di film, agak sedikit berbeda, yang saya tangkap sih, Arini merasa dikhianati saja, titik. Nggak ada tuh yang namanya dialog dalam hati si Arini yang bilang, "Apa mas Pras sudah tidak mencintaiku lagi? Sehingga ia mencari Permaisuri yang lain?" Sambil zoom in zoom out. Atau kalaupun ada, berarti saya yang nyekip. Saya terlalu menikmati krupuk rambak yang saya bawa dari luar. Ais, di bioskop kan nggak boleh bawa jajan dari luar! Iya sih, tapi krupuk rambaknya enaak.....
Kalau dari buku, saya mengambil banyak hikmah, di antaranya
1. Kalau ingin suami setia, ya cobalah selalu tampil prima di depan suami. Inilah yang selalu menjadi beban Arini versi novel. Arini versi novel ini anaknya udah mbrojol tiga, tapi kalau di film anaknya cuma 1.
2. Apa iya kalau mau menolong orang lain harus menikahinya? Kan bisa sedekah, zakat, atau apapun itu. Kenapa harus dinikahi? Ini salah satu pokok yang ditonjolkan oleh Asma Nadia. Pada kisah ini, Pras memang menolong seorang Mei Rose dengan menikahinya. Tetapi, gejolak perasaan wanita yang merasa dikhianati, itu begitu menyakitkan... Intinya sih belajar ikhlas dan sabar itu sulit.
3. Belajar Islam itu, jangan sebagian. Kalau ngaku Islam, ya jangan mengamalkan sesuatu yang kamu senangi saja, harus kaffah. Salah satu contoh di sini adalah adegan Pras dan teman-temannya menyuplik ayat tentang poligami. Hayo, yang punya Al-quran dibuka cobaaak. Kata Hartono, "Am, kalau baca Al-Quran itu ya dibaca ayat selanjutnya, jangan enaknya doang yang kamu ambil. Pahami juga konsekuensi dan syaratnya!" Kurang lebih begitu, kata Hartono kepada Amran. Coba buka An-Nisa : 128-129.
4. Kalau hati gundah dan galau, dekati Penciptamu!
Sebenarnya masih banyak sih mungkin hikmah untuk para penonton yang lain. Hanya saja, film ini masih memiliki kekurangan di beberapa hal, di antaranya tentang interaksi pemain yang bukan mahram. Ceritanya kan ini film Islami, jadi yaa, saya harap sih seminimal mungkin adegan-adegan yang biasanya ada di film-film lain. Semula sih berharap bisa kayak KCB, yang miniiiiim sekali adegan pelukan-pelukan yang non-mahram. Itu sih menurut saya untuk filmnya...
Oya, untuk para lelaki, coba pikirkan lagi jika ingin berpoligami... Saya sih (karena belum menikah jadi nggak ngerti-ngerti amat masalah menjaga keharmonisan rumah tangga) berharapnya saya nggak memiliki nasib seperti Arini.....
Eh, udah dulu deh, mau istirahat, besok kan harus beraktivitas :)
.
BalasHapusboleh kok mencantumkan syarat tidak mau di madu di buku nikah
AKU PERGI DULU SAYANG, MUNGKIN KU TAKKAN KEMBALI
.
oh ya? belum pernah liat isi buku nikah jadi ga tau isinya ada gituannyaa
Hapussedih sih saya umurnya masih 20an jadi belom ngerti banget tapi setelah nonton filmnya yaa mulai ngerti (dikit) kerasa banget sakit hatinya arini yang merasa dihianati pras ..eheheh
BalasHapusiyaaa huhu
Hapus