Selasa, 11 November 2014

Cerpen - Pertemuan Terakhir


Sekali lagi hari ini aku dihadapkan dengan kelelahan yang luar biasa. Hari ini sudah pukul 9 malam, dan aku baru menghempaskan badanku ke kasur bersprei biru. Belum sempat bersih-bersih badan, rasa kantuk langsung menyergapku. Ingin sekali aku segera menutup mata, tanpa berpikir apa yang akan aku hadapi esok hari. Entah, tiba-tiba aku tak sampai badan melakukan semua hal yang wajib aku lakukan sebelum tidur…

“Sekarang sudah jam berapa? Kenapa yang lain belum datang?!” Adam berteriak di hadapan kami sambil memukul meja. Sudah beberapa kali dia mengucapkan dan melakukan hal itu hari ini. Hari itu jadwal kami berkumpul untuk membicarakan berbagai masalah yang kami hadapi. Mungkin jika aku berada di posisinya sebagai koordinator perkumpulan ini, aku juga akan melakukan hal yang sama, bahkan mungkin lebih menakutkan.

“Adam, lebih baik kita mulai saja pembahasannya sekarang. Sudah hampir 15 menit, aku sudah tidak sabar membocorkan strategi yang sudah kupikirkan semalaman untuk masalah ini.” Todi akhirnya bersuara memecah suasana ketakutan kami di ruangan itu, yang langsung dijawab dengan anggukan Adam.

Mungkin kalian penasaran, apa perkumpulan yang kami ikuti. Biar kuberitahu dulu siapa saja yang ada di ruangan tersebut, ada Adam sang koordinator, Todi, Fian, Salbina, dan aku. Seharusnya kami berenam, tetapi, atas alasan yang tidak kami ketahui, seorang lainnya, yaitu Gisel tak kunjung datang. Tetapi tunggu, aku belum akan memberitahu jenis perkumpulan kami, yang jelas aku beritahu terlebih dahulu, bahwa perkumpulan kami adalah perkumpulan rahasia, di kampus kami.

“Aku tidak sepakat denganmu, Di. Apa-apaan, itu rencana yang tidak berkualitas!” Adam mulai menunjukkan kembali keberangannya. Apa yang terjadi padanya sebelum rapat kami tak tahu. Apakah ia sedang ada masalah keluarga, kami juga tak tahu. Setahu kami, Ia bahkan tak terlalu peduli apakah keluarganya tahu ia masih hidup atau tidak.

“Adam, sekarang bahkan kita tidak tahu Gisel ada di mana. Ia tak ikut di pertemuan penting kita hari ini.”

“Sekarang fokus kita bukan Gisel, Todi! Kenapa kau selalu membahas dia? Kau jatuh cinta padanya? Dasar lelaki!” Saat itu aku merasa Adam berbicara sangat kasar. Apakah ia tak sadar bahwa dirinya juga lelaki?

“Adam!” Salbina meninggikan suaranya. Belakangan ia memang selalu diam, aku pikir dia memang tengah tak begitu sehat, “Apa kau tak sadar Gisel sudah 3 kali tidak datang di rapat kita? Egois kamu, Dam!” sambil terbatuk Salbina berteriak ke arah Adam. Seketika Adam terdiam. Saat itu aku merasa ada yang aneh, tak biasanya Adam langsung diam ketika seseorang marah padanya. Yang ada, Adam akan selalu melawannya dengan kalimat yang lebih kejam.

Saat itu juga Salbina menawarkan agar rapat diakhiri saja. Kami semua setuju, tinggal menunggu keputusan Adam. Asal kalian tahu, rapat siang itu suasananya terasa begitu mencekam. Sebagai perkumpulan rahasia tentu kami tak bisa rapat seenaknya di tempat yang umum untuk rapat. Kami melakukan pertemuan itu di dalam rumah tak beratap, berdebu dan tak berpenghuni di area kebun dekat kampus. Ujungnya, Adam pun setuju. Ia memberikan keputusan agar rapat itu dilanjutkan esok lusa.

Keesokan harinya, aku ingin membicarakan masalah Gisel secara pribadi dengan Adam. Aku akan memohon Adam untuk mempertimbangkan usul Todi mencari Gisel. Aku putuskan menunggunya di taman kampus. Kami memang berbeda kelas, karena aku dan Adam memang berbeda jurusan. Akhirnya kulihat dia keluar dari kelasnya, dan ada yang aneh dari roman wajahnya. Ia tersenyum! Jarang sekali aku melihatnya tersenyum, dan aku akui, wajahnya yang kharismatik memang menyimpan sejuta pesona di kalangan para mahasiswi. Itulah pesona yang ia bagi saat ia mengajak beberapa dari kami untuk ikut perkumpulan rahasia yang ia bentuk. Begitu pun padaku..

Jantungku begitu cepat berdegup. Entah apakah ini takut, segan, atau perasaan yang lain. Rasanya ingin aku berlari ke arahnya dan mengajaknya ke suatu tempat untuk membicarakan masalah Gisel, atau bahkan masalah lain. Tetapi begitu aku ingin melambaikan tangan ke arah lelaki itu ia justru berbelok ke arah lain. Buru-buru aku mengikutinya, tetapi tak kusangka ia menemui seseorang. Salbina!

Aku melihat mereka bercakap-cakap. Aku mendengar suara mereka berbincang. Jarakku memang cukup dekat dengan tempat mereka bertemu, tetapi anehnya, mereka tak sadar bahwa ada aku di dekat mereka. Mereka terlihat cukup hati-hati dalam pertemuan mereka kali ini.

“Sal, aku tunggu di depan. Ingat kita bertemu di tempat yang sudah kita janjikan kemarin.” Adam berkata setengah berbisik kepada Salbina. Salbina menganggukkan kepalanya. Ternyata mereka janjian bertemu!

Tanpa sadar, aku mengikuti Adam sampai di tujuan janjian mereka. Tak jauh tempatnya dari kampus, tetapi tempat mereka bertemu memang suatu kafe yang cukup lengang. Yang aku herankan mereka memilih jalan yang berbeda untuk perjalanan menuju kafe itu. Keheranan keduaku adalah, mengapa mereka datang ke kafe yang sudah jelas tak diminati orang ini. Setahuku kafe ini sepi karena harganya mahal dan makanannya tak enak.

“Sal, sepertinya ada yang mengikuti kita lagi. Ia bagian dari perkumpulan rahasia kita. Tresa.” Aneh, aku mendengar kalimat yang dikatakan Adam. Aku mendengar Adam menyebut namaku. Jarakku kali ini padahal cukup jauh. Aku berpikir jangan-jangan aku memiliki kekuatan super, sejak aku bergabung dengan perkumpulan rahasia itu. Lalu sejak pikiranku melayang ke arah yang tak jelas, tiba-tiba aku merasa aku terjatuh di suatu jurang yang gelap, dan aku ingat, Adam dan Salbina-lah yang mendorongku….
###

“Adam! Sekarang Tresa nggak datang! Kemarin Gisel, dan sekarang Tresa. Kau tak merasa aneh?” Todi kembali berteriak ke arah Adam. Kali ini Adam terdiam. Salbina diam, Fian pun diam.

“Lalu buat apa kita berkumpul di sini? Mereka bahkan tiba-tiba menghilang, Gisel tidak ada di kosan sejak 3 hari yang lalu, dan Tresa juga tak pulang sejak kemarin.” Seketika suasana semakin mencekam.

“Aku curiga mereka ketahuan sebagai bagian dari perkumpulan rahasia kita ini dan mereka disandera lalu dibunuh!”

Tiba-tiba aku terbangun. Saat itu pula aku melihat ke arah jam dinding. Pukul 4 pagi. Aku baru sadar, aku masih memakai baju kuliah yang kupakai kemarin. Badanku terasa gatal, lengket, dan bau…