Jumat, 28 Oktober 2016

Review Film: Catatan Dodol Calon Dokter

Bismillahirrahmanirrahim..

Beberapa penikmat film di Indonesia mungkin sudah mendengar akan ada film yang berjudul Catatan Dodol Calon Dokter, yang merupakan adaptasi dari novel yang berjudul sama. Novel ini ada 3 jilid kalau tidak salah, tapi untuk kali ini, saya nggak akan bahas bukunya. Yaaa, karena saya juga udah lupa-lupa ingat sama isinya, karena, saya baca ketiga jilid Cado-Cado ini dari dapet minjem hahaha.

Cado cado ini ditulis oleh dr. Ferdiriva Hamzah, Sp. M (sekarang udah spesialis boook) haha, dan dari sekilas baca bukunya beliau ini, orangnya kocak banget, rada sedeng buahaha. Awal baca bukunya yang pertama (waktu itu saya masih SMA kalo nggak salah) nggak nyangka kalau dokter muda itu pengalamannya lucu banget. Saya dulu dapet minjem dari kakak mentoring saya waktu SMA, mba dr. Indi Himma yang dulu kuliah di FK Undip. Berkat beliau, saya pengen masuk kedokteran Undip, meskipun jadinya nyampe ke Unsoed (wehehehe).

Isi dari buku Cado Cado ini membahas tentang berbagai pengalaman lucu dr. Riva bersama rekan seperjuangan semasa koasnya. Pengalaman-pengalaman beliau ini ternyata nggak jauh beda sama yang saya dan teman-teman alami waktu koas. Sampai ada istilah, "Koas itu masa menyenangkan, tapi tidak untuk diulang."

Adegan pembuka film ini ketika seorang ibu menangis di hadapan seorang pasien (suami-nya) yang terbatuk batuk dan menggunakan 'seikat' perban di kepalanya, yang terdapat bekas darah. Kemudian, datang seorang berjas putih (sepertinya dokter) yang berkata, "Maaf, kami sudah berbuat banyak, namun suami ibu mengalami kanker paru-paru...(abis itu saya lupa dokternya bilang apa)" sesaat kemudian muncul suara, Itu kok ada perban sampe darahnya nembus-nembus ke perban, emang nggak ada betadine (dan lagi-lagi saya lupa naratornya bilang apa -_-).

Selanjutnya ada sekumpulan koas, termasuk Riva, dan beberapa koas lain, ada Budi, Evie, Hani, Cilmil, Kresno, Uba, dan satunya lagi saya lupaa... Mereka diperkenalkan satu persatu sesuai dengan ciri khasnya masing-masing. Yang paling membekas di otak saya adalah Hani (dia ini cowok lhoo), karena aksen Inggrisnya yang excallent (ini cara ngomongnya begini banget deh haha) dan yang menthelnya minta ampun. Kresno your selaiva (he means saliva haha) isn't higienis. Kalau begini saya pengen baca bukunya lagi dan menceritakan gimana koplaknya karakter-karakter koas sedeng ini. 

Ceritanya di film, mereka adalah koas yang sedang menjalani stase bedah, dan berada di bawah supervisi seorang profesor yang diperankan oleh Adi Kurdi. Sebenarnya nggak niat mau spoiler, tapi yaa bisa ditebak dari trailernya bahwa, film ini memiliki nuansa romance. Dari awal saya sempat antisipatif, sepertinya film ini nggak akan sengocol bukunya alias nggak worth it buat ditonton secara khusus. Tapi, karena ditraktir yaaa mau-mau aja deh nonton haha. Yap, sesuai dengan trailer, ada kisah cinta segitiga antara Riva, Evie, dan Vena. Padahal kalau di bukunya, nggak ada tuh, drama-drama begini. Yeah, sorry to say, sebenernya saya nggak terlalu senang dengan jalan ceritanya. Harapan simple saya setelah orang nonton film ini (terutama untuk yang bukan kalangan medis) bisa tahu gimana beratnya jadi koas, meskipun yaa berat juga sih (lah gimana sih is). 

Tapi di sini ada beberapa poin yang saya bisa bilang, yaaa good joblah. Di mana ada adegan bergunanya seorang koas bedah yang mampu mendeteksi adanya kelainan di mata seorang pasien paska kecelakaan lalu lintas. Ya, inilah sebenarnya tugas seorang dokter, yang mampu mengintegrasikan ilmunya, periksa pasien itu harus head to toe, jangan mentang-mentang lagi stase tertentu, terus periksa pasiennya cuma sesuai dengan stase yang dijalani, bukan secara holistik. Kemudian ada adegan heroik juga di mana Evie mampu menyelamatkan seorang anak yang mengalami trauma inhalasi, dan harus melakukan cricoidektomi darurat (tindakan insisi kulit, fasia, dan membran krikotiroidea, lalu selanjutnya dipasang pipa di trakea, tujuannya untuk membuka jalan nafas pada pasien dengan gawat nafas).

Sejujurnya film ini dikemas dengan bentuk drama yang terlalu banyak, komedinya tidak terlalu banyak seperti di buku. Kisahnya pun dibuat berbeda dengan bukunya. Tetapi, seenggaknya tujuan untuk menyampaikan ke masyarakat bahwa proses untuk menjadi dokter itu penuh dengan perjuangan dan pelajaran hidup, tercantum laah di drama ini. Ada beberapa hal yang mirip sama koas alami siih, ya antara lain seperti berikut:
1. Adegan mengikuti konsulen (dokter spesialis) saat visit (setelah sebelumnya koas melakukan pemeriksaan yang disebut sebagai follow up), terus ditanya-tanya di depan pasien tentang penyakit atau diagnosisnya. 
2. Adegan koas dimarah-marahin konsulen, karena kesalahannya. Yaaaa, kalau lihat di film ini, hal tersebut beneran kejadian loooh. Bentakan yang menggema di ruangan dan bikin keringat dingin, mulut kaku tak bergerak, kepala nunduk tak mau ngangkat, kaki pegel akibat berdiri berkepanjangan, sariawan karena kurang vitamin C, mata merah kena asap knalpot, eh kok jadi ngelantur sih.
3. Adegan jadi asisten operasi (ada yang cuma lihat operasi berlangsung, ada juga yang langsung berdiri di sebelah konsulen dan benar-benar bertindak sebagai asisten operasi, meskipun palingan cuma bantuin suction, netes-netesin air, ngelap darah yang nyemprot, but that's such a great thing when we did it!)
4. Adegan jaga IGD. Di film ini ada tokoh Kresno yang percaya sama hal klenik, dan bikin jampi-jampi, supaya pasien waktu Riva jaga rame banget. Di kalangan koas, ada sebutan koas wangi dan koas bau. Koas wangi itu, setiap dia jaga, maka pasien baru bisa dipastikan sedikit, atau bahkan ngga ada sama sekali. Kalau koas bau, maka, yang terjadi adalah sebaliknya, bisa nggak tidur semaleman kalo lagi jamal (jaga malam) gegara pasiennya datang terus. Dan konon katanya, yang punya kekuatan wangi atau bau ini nggak cuma koas, bahkan residen (dokter umum yang sedang menempuh pendidikan spesialis), konsulen juga bisa saja punya predikat bau atau wangi.
5. Ada satu hal yang di film ini selalu terjadi di semua koas di seluruh Indonesia, yaitu, teriakan KOAAAAASSS! yang menggema di seantero bangsal rumah sakit. 

Meskipun di sini, nggak ada tuh koas yang harus berangkat pagiiii banget (jam 3 pagi misalnya) terus bangunin pasien pagi-pagi buat diperiksa tensi dan ditanya-tanya seputar keluhannya (ini yang namanya follow up).

Akhir kataa, buat yang penasaran sama film ini, silakan ditonton. Kalau yang penasaran banget sama gimana kehidupan koas, yaaa, bisalah tonton film ini. Ada sekelumit kisah koas malang yang memperjuangkan cita-citanya demi jadi seorang dokter. Oke deeh segini aja, ini reviewnya agak nggak niat sih yaa haha, selamat menonton! 

Rabu, 26 Oktober 2016

Pertemuan Absurd Calon Pengantin

Harusnya judulnya pertemuan sama Pengantin Baru, tapi waktu kita ketemu masih jadi calon siiih... Yaudah haha. Ucapin selamat dulu ya sama Mrs. Septana, yang menikah 9 September lalu. Maapinnn zaaa nggak dateeng.. yaaaa Congratulation for your wedding!

Sudah lama nggak bersua sama Rieza alias Mrs. Septana ini selalu bikin kangen. Bahkan kalo saya nyempetin ke Semarang, cuma buat ketemu sama anak ini, doang! Ngeluyur nggak jelas, dan terakhir ketemu kemarin waktu sebelum pernikahan dia, cuma buat nganterin beli seserahan, sama belanja kardigan yang bentuknya nggak jelas.

Denger cerita Rieza dilamar itu bikin sedih, hahaha. Sedih kok si Rieza alela mini jaman SMA dapet jodoh duluan. Zaa, kita kan ke mana-mana bareng, kok kamu duluin aku siiih!!! Kalau mau tahu kisah cinta anak absurd ini mending baca blognya aja deh, aku nggak berhak cerita-cerita kan ya zaaa haha.

Awal pertemuan, janjian dulu.
"Zaa besok uwe ke Semarang, pokoknya kamu harus nemuin aku!" Ini anak kalo dichat Line nggak langsung bales, soalnya Line-nya di turn off notificationnya. Nggak kunjung bales, saya tetep nekat ke Semarang, janjian macam apa nih, sepihak gini haha.

Intinya saya udah jalan ke Semarang (situasi saya berangkat dari Boja, kurleb 45 menit kalo dari Semarang). Nekat, nggak ngerti kalo nggak ketemu dia, ya harus ketemu.

"Iiiih motor aku dipinjem sama 'dia' niih. Aku ga bisa ke mana-mana." dari dulu manjanya nggak ketulungan.
"Yaudah minta anterin aja, lagian ada BRT juga keleeeus. Biasanya juga eloh naik BRT."
Dalem hati, udah jauh-jauh saya bela-belain, dia harus mau berkorban, enak aja hahaha.

Ini sebenarnya pertemuan kedua sama Rieza sebelum rencana pernikahannya. Pertemuan pertama ini nggak kalah absurd juga. Kami janjian bertemu di Masjid Baiturrahman depan simpang 5 terus lanjut jalan-jalan ke CL, makan di Shibuya Express, dan biasa, pilih menu paling irit. Sempet selfi biar ada bukti lagi bareng, tapi gara-gara kamera kita nggak ada yang bagus, hasilnya jadi bikin enek. "Yaudah makan aja yuk za, susah banget mau poto doang." Inilah yang menjadi alasan, pertemuan kami nggak ada dokumentasi yang proper. 

Sebenarnya di pertemuan pertama ini, saya sama keluarga, tapi Bapak-Ibuk-Adek berpisah sama saya, karena saya mau main sama Rieza, wkwk, jadi keluarga jalan-jalan ke tempat lain. Setelah makan, kemudian kami ke Gramedia, mengenang masa-masa SMA wakakak. Selanjutnya sekitar jam 8 malam, kami memutuskan untuk pulang. "Pulang yuk za, aku dah dicariin sama Ibuku." Saya lupa sih siapa yang dicariin duluan,tapi intinya saya sudah mau dijemput untuk selanjutnya pulang.

"Etapi, kamu pulang sama siapa za? Dijemput sama 'itu' yaa? Namanya siapa sih zaaaa, kasih tauuu.."
"Nggak maaau.. udah yuk pulang, kita berpisah.." Selanjutnya kami berpisah di depan gerbang gramedia. Saya jalan ke luar ke arah jalan Pandanaran, karena janjiannya dijemput di jalan. Saya nyebrang, dan terus jalan ke arah simpang 5, dan akhirnya diam nunggu di depan gedung galeri Indosat kalau nggak salah. Ibu bilang sudah otewe tapi kok nggak sampe-sampe ya.. Alhasil saya nunggu di jalan kayak orang ilang. Tapi dari kejauhan, ada orang jalan kaki mendekat ke arah saya, dengan cara jalan yang familiar. 

"Aiiis!! Kok kamu nunggu di sini siiih?" Sambil badan orang ini loncat-loncat nggak jelas.
"Ehh.. Riezaaa hahaha, samaaa..." Eh iya ternyata si Rieza ini jalan sama si 'itu'nya. Akhirnya saya dan pria penjemput Rieza berkenalan, tapi saking terkesima (antara terkesima dan pengen ngekek, ngetawain si Rieza) saya nggak fokus ke pria ini. Cuma saya perhatiiin wajahnya sebentar terus lirik ke Rieza lagi.
"Yaudah, Is. Aku tungguin aja deh, kamu. Daripada kamu ntar ilang diculik orang. Gelap tauk."
Akhirnya saya dan Rieza ngekek-ngekek di pinggir jalan kayak orang gila, tapi pria penjemput Rieza ini nunggu di mobil. Di mana mobilnya parkir tepat di depan saya, wahahaha. 

"Nih makan, kamu tuh lhooo, kok nunggunya disini tooo." Sambil Rieza menyodori saya dengan sari roti pemberian dari calonnya Rieza.

"Wakakakak, gapapa deh za, aku nggak tahu namanya, tapi aku tahu mukanya weeeeek."

Pertemuan pertama berakhir bahagia buat saya ngetawain Rieza hahahaha. Dasar, sukanya rahasia-rahasia sih. Selanjutnya pertemuan absurd kedua setelah saya paksa-paksa, akhirnya dia naik BRT ke jalan pemuda. Kami bertemu di Paragon.

"Kamu jangan ke mana-mana ya, di Musholla aja."
"Iyaa, uwe udah di musholla dari lebaran tahun kemarin -_- ."
Setelah ketemu makhluk ajaib ini, saya perhatiin dari atas sampe bawah.. Baju coklat, rok coklat, kerudung ijo.. dapet inspirasi dari manaaaa ini anak.

"Apa liat-liat? Udah kayak pohon belum? Hari ini aku mengusung konsep back to nature." wakakakak geblek ini anak, gilanya nggak ilang-ilang padahal udah mau nikah. 

"Eh aku punya voucher calais beli 1 gratis 1 looh.." Si Rieza ini kalo makan di luar iritnya minta ampun, jajan yang enak dikit atau mahal nggak jauh-jauh dari kata gratisan. Ini konsep yang perlu ditiru sih emang. Dari zaman SMA kalo saya jajan gorengan hampir setiap istirahat, dia paling cuma ngikut jalan ke kantin. 

Setelah itu kami lanjut ke matahari. Belanja baju haha. Ada diskon beli 2 gratis 1 membuat saya kalap nyari 3 buah baju dengan merk sama sambil berhitung. "Zaa, tapi ini ukurannya beda-beda, di aku muat nggak ya?" Setelah ngubek-ngubek hampir 2 jam, akhirnya 3 baju itu saya kembalikan. "Yaudah lah, aku beli sweater yang abu tadi aja, baju-baju yang tadi susah nyari pasangan jilbabnya..."

Si Rieza kebingungan nyari kardigan yang oke, dan ini udah mendekati waktu sore. "Zaaa, buruan, nanti aku ga bisa pulang ngga ada BRT neeeeh.." Rencana mau pulang ke Boja naik BRT, meskipun serem juga sih, karena BRT nya itu nggak nyampe rumah mbah, tapi nanti mesti naik bis umum mini lagi. Kalau siang-siang sih oke aja, nah kalo maghrib? hiks hiks..

Akhirnya kami cau ke DP mall nyari seserahan, jalannya jauh juga sih. Tapi karena kelaperan akhirnya kami makan dulu sebelum belanja lagi. Baru kali ini diajakin beli seserahan, ternyata barangnya macem-macem juga. Si Rieza beli sisir (apaan coba sisir buat seserahan, katanya sih sisirnya sisir yang yahud gitu), sprei, parfum, sabun.. Ooooh jadi seserahan itu begini thoo..

Dan benarlah, kita selesai belanja sampai maghrib. Sampai di halte BRT, ramaaai banget. Kata bapak-bapak BRT juga sempat ada kemacetan, jadi BRT nya akan ada yang delay. Cemas banget nggak bisa pulang, si Rieza juga udah diburu-buru sama Papa Agus (ayahnya Rieza) buat cepetan pulang. BRT ke jurusan rumahnya Rieza nggak dateng-dateng padahal belum sholat maghrib juga.. Tahu gitu sholat maghrib di Ahlil Jannah-nya smaga. Akhirnya setelah sekian lama, BRTnya Rieza sampai juga, daaaan bye bye Rieza, sampai jumpa lagiiii.

Terus nasib saya gimanaa? Haha itu part yang nggak usah diceritain aaah, biar jadi rahasia saya aja :p. Tapi saya pulang dengan selamat kok, berkat seseorang, wkwk makasih yaaaaa :)


Selasa, 25 Oktober 2016

Ambil Sikap, Sekolah atau jadi Ibu Rumah Tangga?

Bismillahirrahmanirrahim..

Sekali lagi, kisah galau akan saya ungkapkan di sini. Jika kawan-kawan tahu, hari Senin tanggal 24 Oktober 2016 kemarin merupakan hari Dokter Nasional. Terus, kenapa?

Ya, kemarin diadakan aksi damai oleh Dokter di beberapa wilayah Indonesia, dalam rangka memperingati hari Dokter Nasional ke 66 ini. Inti dari aksi damai ini adalah menolak adanya prodi DLP (Dokter Layanan Primer).

Lalu apa sih, DLP ini? Dari penjelasan beberapa orang yang saya dengar, DLP ini adalah program pendidikan dokter berkelanjutan yang setara dengan spesialis, yang akan ditempuh selama 2 tahun, setelah seseorang lulus dari pendidikan profesi dokter umum dan sudah melalui program internship. Lalu, apakah DLP ini merupakan salah satu bentuk spesialis?

Menurut UU no 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran pasal 8 ayat 3, Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis.” 

Berdasarkan pengakuan dari Wamenkes, Prof. Dr. Dr. Ali Ghufron Mukti M.Sc.,Ph.D., hadirnya dokter spesialis layanan primer pada lini pertama BPJS Kesehatan diharap dapat mematangkan kembali para dokter umum dalam peranannya sebagai dokter keluarga. Dokter layanan primer dianggap bisa menjawab tantangan di dunia kesehatan masa mendatang sehingga proses rujukan dari dokter umum ke dokter spesialis menjadi lebih terstruktur. 

Apa sih bedanya DLP dengan dokter umum? Kompetensi DLP ini akan lebih tinggi dibandingkan dokter umum biasa. Okay, jadi seperti ini, semua dokter umum memiliki standar minimal kompetensi yang harus dikuasai, di mana standar ini tercantum di SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia), oya, ini ada beberapa perbedaan, contohnya saya ambil dari materi sosialisasi DLP

diambil dari http://www.pusat2.litbang.depkes.go.id/pusat2_v1/wp-content/uploads/2015/12/Materi-sosialisasi-DLP-Kabadan-PPSDM.pdf
Nggak ngerti ya? Saya juga haha oke, intinya, DLP harus mampu menguasai kasus-kasus tersebut, yang jika kasus ini dihadapi oleh para dokter umum, maka mereka akan merujuknya ke dokter dengan kompetensi yang lebih tinggi. 

Lalu, wajibkah semua dokter mengikuti program DLP ini? Kalau saya tidak salah dengar, tempo hari sempat ada diskusi panel dengan Prof. Dr. Dr. Ali Ghufron Mukti M.Sc.,Ph.D di kampus saya, dan beliau mengatakan bahwa, program ini tidak wajib, melainkan 'pilihan'. 
diambil dari http://www.pusat2.litbang.depkes.go.id/pusat2_v1/wp-content/uploads/2015/12/Materi-sosialisasi-DLP-Kabadan-PPSDM.pdf


Fiuuh.. Hanya pilihan saja kok, nggak wajib. Kalau wajib, bisa kewalahan kita, sekolah mulu, kapan prakteknya? Bisa dilihat dari bagan di atas ya, pada era pendidikan kedokteran saat ini, untuk jadi dokter umum saja, sudah menghabiskan waktu 7 tahun... Horor ngga seeeh? Ini lebih horor dibanding kisah dosen Gaib yang kakinya nggak napak di tanah *cry*

Daaaan, yang lebih horor lagi adalah.. Ketika era DLP ini suatu saat 'mau tidak mau' menyingkirkan para dokter-dokter umum yang sudah menghabiskan 7 tahun dalam hidupnya untuk belajar, dan masih 'dianggap' kurang kompeten. Sedih nggak sih... Apalagi, nantinya dokter yang bisa bekerja sama dengan BPJS ini adalah DLP.

Yaaa sama saja sih.. dokter umum akan tergerus zaman, dan entah bagaimana akan bertahan.. Saya sebagai koas biasa saja (yang nggak pinter2 amat, dan nggak ngerti nasib saya ketika jadi dokter nanti akan gimana) merasa sedih dengan kenyataan ini. Mau tahu yang lebih sedih lagi?

Dua hari lalu saya ngobrol dengan kakak tingkat yang sudah disumpah dokter. Beliau memulai pendidikan sarjana Kedokteran mulai tahun 2010, 4 tahun kemudian, tepatnya bulan September 2014 mulai menjalani kehidupan koas, hingga sekitar bulan Juli 2016. Oke, habis sudah 6 tahun yaa. Selanjutnya, bulan Agustus 2016, beliau mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia, di mana hasil kelulusan diumumkan satu bulan kemudian, yakni bulan September 2016. Alhamdulillah lulus one shoot, bulan Oktober beliau di sumpah sebagai seorang Dokter Umum. Waaah, udah lulus, udah bisa praktek dooong? Tunggu duluu.. Kan masih ada internship 1 tahun.. Waah, selanjutnya bisa internship terus bisa praktek dooong? Tunggu dulu.. Antrian internship itu juga lama.. Kalau di sumpah bulan Oktober, maka akan Wisuda Dokter bulan Desember, terus baru bisa internship bulan Februari. Haaaaah lama bangeeeet! Jadi jarak antara sumpah dengan internship bisa hampir setengah tahun!

Oke, jalur ini hampir mirip dengan yang akan saya lalui. Intinya, tahun Februari 2018 saya baru bisa internship, dan selesai jadi dokter umum tahun 2019. Ya Allah, merinding nggak sih.. Mending saya teriak-teriak liat brankar jalan sendiri daripada begini!

Ini kalo sekarang saya hamil, sampai nanti jadi dokter umum yang sudah dapat SIP dan STR (artinya sudah bisa praktek) anak saya udah bisa jalan, udah bisa ngapa-ngapaiin, atau mungkin udah masuks SD hiks hiks... Tapi... Ais.. kamu belum bisa beli susu buat anakmu loooh.. mau dikasih makan apaa? rumpuuut?

Tak tahulah, mau dibawa ke mana.. Ada yang mau usul? Sekolah terus atau.. Yaudah belajar dulu sana, ini tugas dari kemarin ngga jadi-jadii *crying on the shower*


Mencari Tahu Namamu

Mencari tahu namamu, kini tak semudah mencari peniti di tumpukan jarum pentulku.

Tampak berbeda, di antara hiasan yang sebenarnya tugas mereka sama.


Menghimpun kabar darimu, kini tak semudah menghimpun untaian kusut benang-benang jahitku.

Memusingkan memang, tapi aku tak frustasi, karena benang itu ada di genggamanku.


Memilih cerita tentangmu, kini tak semudah memilih aksesoris yang akan kugunakan hari ini.

Karena mereka selalu ada di hadapanku, membiarkan aku memilih di antaranya.


Baiknya memang kutunggu, namamu ada di tempat yang tepat

Baiknya memang kutunggu, kabarmu sampai ke telingaku

Baiknya memang kutunggu, ceritamu terkisah padaku


NB: long time no write, jadi ngepost sesuatu yang random haha. Belum produktif lagi... aduuuh aisnya lagi malees~~