Sabtu, 23 Juli 2011

Telepon Misterius [1]

Bismillahirrahmanirrahim, sudah lama tidak posting, tiba tiba pengin posting pengalaman masa SMA .. hehehehe

Sabtu 22 Januari 2011


rasanya senang sekali punya waktu luang untuk pulang setelah sekian lama tidak pulaaang :(

hari itu, sebenarnya hari yang sangat mepet untuk bisa pulang ke rumah, tapi, mau gimana lagi, udah kangeeen :)

meskipun memang masih banyak try out yang harus dijalani waktu itu, tapi, karena sudah lama tidak pulang ya sudaah hahaha :D

sebenarnya tidak ada cerita menarik sepanjang malam ada di rumah. Seperti biasa, hanya tidur, nonton tv dan ngobrol dengan ibu bapak.
Tetapi, kejadian berbeda ketika jam menunjukkan pukul 2 malam. Kami semua sudah terlelap tidur tentunya. Kejadiannya bermula ketika ada suara telepon berdering. Ternyata telepon rumahku yang menyuarakannya. Tergopoh-gopoh (karena masih ngantuk) ibuku pun menuju sumber suara.

"Assalamualaikum" ibuku mengawali pembicaraan.
"Waalaikumussalam, maaf ibu mengganggu malam-malam, betul ini dengan rumah Bapak .... (menyebut nama bapakku)? suara pria yang agak ngebass (kata ibu) terdengar di horn telepon. Heran ibuku, kenapa telepon malam-malam?
"Iya betul pak, maaf ini dengan Bapak siapa? Ada keperluan apa ya, pak? Kok telepon malam-malam begini." ibuku sudah cemas sepertinya..
"Begini bu, saya hendak menyampaikan suatu berita, saya (sebut saja) Charles (maaf sekali kalo ada yang namanya sama, tidak bermaksud..), saya dari pihak kepolisian kota... (menyebut nama kota), ada sesuatu hal yang harus disampaikan ke ibu. Sebelumnya saya ingin bertanya dulu ibu, anak ibu ada yang sekolah di luar kota ya?
Ibuku pun mengiyakannya, kok bisa tahu ya orang ini? Dalam hati ibuku pun bertanya-tanya. Apakah anaknya ini termasuk golongan orang terkenal. Saat itu sebenarnya, ibuku hanya berpikir dua hal, kalo ngga aku memang terkenal di kota itu, atau mungkin aku berbuat keonaran di kota itu.
"Begini bu, anak ibu mengalami kecelakaan bersama dengan dua orang temannya. Saat ini anak ibu dalam kondisi kritis di rumah sakit.."
"Oh begitu pak, lalu?" terdengar suara ibuku biasa saja. Tanpa nada cemas sama sekali.
"Iya bu, anak ibu dalam keadaan kritis, karena kepalanya terbentur benda tumpul. Kepala anak ibu bisa dibilang mengalami kerusakan yang cukup parah.Sedangkan salah satu teman dari anak ibu sudah meninggal."
"Oya pak, lalu saya harus bagaimana, Pak?"
"Karena anak ibu masih belum ditangani di rumah sakit, jadi ibu bisa mengirimkan uang.... (suaranya memelan, tiba tiba menghilang) tut tut tut tut" telepon terputus. Ibuku heran lagi.

"Itu orang malem-malem nelpon udah susah-susah ngangkat, eh, diputusin tiba-tiba! Mana ternyata cuma hoax!" (ga juga sih kalo ibuku bilang itu adalah sesuatu yang hoax, maklum, ibuku agak gaptek, nyambungin kabel buat connect internet aja ndak bisa, gimana mudeng hoax itu apa --") Ibuku menggerutu. Aduuh, ibu, ternyata dirimu sungguh tidak sayang anak. Anaknya dibilang kecelakaan malah biasa saja. Jadinya, sang penelepon pun putus asa, dan tidak melanjutkan pembicaraannya. Yaiyalah, orang anaknya aja lagi pulas tertidur!

Hikmah yang bisa diambil adalah, SAYANG ANAK SAYANG ANAK. hehehe, ngga ding, hikmahnya adalah "Jika ingin menipu seseorang, tidak hanya diperlukan data yang valid saja, tetapi juga waktu yang mendukung." waduh, jangan deh, masa hikmahnya begitu. mari kita ralat, "Teman, janganlah suka menipu, meskipun ada kesempatan dan data data yang mendukung." wehehe, kok hikmahnya aneh yah

akhir kata, menerima kritik dan saran untuk perbaikan terutama untuk part 'hikmah yang bisa diambil' ^^
Wassalamualaikum


Kamis, 30 Juni 2011

Lomba Menulis Dunia Maya-Meraba Senyum Minami

Sabtu, 10 Juli 2010

“Begini aja, ayah stay di rumah, biar ibu sama anak-anak yang nganterin Rezky ke pesantren. Nanti kalau ada apa-apa sama Pakdhe, ayah ke rumah sakit dulu, ibu nyusul.”

“Iya udah, ayah cariin supir buat nganter kalian.”

“Oh, ya, sekalian kamu kemasi barangmu buat ke kos, kalau terjadi apa-apa, kamu bisa langsung ke kos, nggak usah pulang ke rumah dulu.” Tunjuk ibu padaku, aku paling sebal kalau harus kemas-kemas barang seawal ini. Ini kan masih hari sabtu, bu. Aku bisa ke kos hari minggu, sebenarnya. Tapi, yah, karena ibu malas bolak-balik, mungkin ibu berpikir, sekalian saja.

Sebenarnya kejadiannya tidak akan seperti ini kalau tak ada kabar itu. Pakdhe kritis. Itu memaksa aku, sebagai keponakannya, dan kami semua, keluargaku, untuk sepanik ini. Raut wajah kedua adikku biasa saja, yah, mungkin karena mereka masih belum cukup mengerti masalah ini. Tetapi, berbeda denganku, beliau adalah orang yang selalu ada, ketika aku membutuhkan orang tuaku di perantauanku. Beliaulah yang menggantikan posisi orang tuaku. Awalnya aku tidak dekat dengan beliau. Tetapi, ketika aku memutuskan merantau untuk melanjutkan sekolahku, beliaulah yang menjadi waliku, dan memberiku uang saku tambahan setiap minggunya. Mungkin karena beliau tidak mempunyai anak, sehingga beliau menganggapku sebagai anaknya sendiri. Tetapi, aku? Aku selalu merasa biasa saja pada beliau.

Hari itu, aku, ibuku, dan kedua adikku harus pergi ke daerah Magelang untuk mengantarkan adikku, Rezky, menuju ke sekolahnya. Kita harus sampai di sana sebelum pukul 2 siang. Tapi, jam 12 siang, ibuku masih mengantarkan adikku yang paling kecil untuk jalan-jalan terlebih dahulu. Parah, 2 jam lagi kita harus segera sampai, bu! Tapi, perjalanan masih jauh. Adikku yang paling kecil masih terus merengek-rengek. Sedangkan, Rezky, adikku yang satu lagi, malah biasa saja. Padahal dia harus segera sampai di pondok pesantrennya.

“Ini sudah jam setengah satu, Bu!” barulah setelah aku berteriak kita meneruskan perjalanan kembali.

“Iya, bu. Aku nanti pasti terlambat…” Dasar anak ini, kenapa dia tidak bilang dari tadi. Yang mau sekolah kan dia, bukan aku, pikirku.

Tiba-tiba nada dering handphone ibu berbunyi,“Ya, halo, ada apa? Oh, ya ya, ini ibu masih mengantar Rezky dulu, ibu akan segera ke sana kalau ibu sudah selesai mengantar dia.”

Handphoneku pun bergetar. Ada sms. Dari Mba Tita. Innalillahi wa innailaihi roji’un. Telah meninggal dunia Bapak Ahmad Reynaldi pada pukul 12.15 siang ini. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi-Nya.Awalnya, aku masih belum sadar siapa yang dimaksud mba Tita, sepupuku itu. Tapi, kemudian, kubaca lagi nama yang tertulis di sana. PAKDHE!

“Beliau sudah dimandikan tadi siang, dik. Sekarang mungkin sudah dikuburkan, setengah jam yang lalu berangkat ke pemakaman.” Jantungku seperti mau copot rasanya saat aku melihat tempat di mana beliau dimandikan. Aku, orang yang begitu beliau harapkan, beliau rindukan, justru tidak ada di saat terakhirnya, bahkan untuk sekedar berjamaah untuk sholat jenazah.

“Tadi, terakhir beliau pesan sesuatu untukmu. Sesulit apapun, kamu harus mencoba untuk mendaftar menjadi seorang dokter. Sebenarnya, beliau bilang, kalau beliau masih diberi kesempatan, beliau akan membantu biaya sekolahmu, tetapi, ternyata, Allah mencukupkan kerja keras beliau sampai di sini. Allah sudah merasa bahwa Pakdhe kita sudah cukup mendampingi kita di sini. Kita harus lebih mandiri sekarang.” Mba Revi, sepupuku menjelaskan, bagaimana saat terakhir Pakdhe di dunia.

“Tadi, Pakdhe juga pesan sama aku dik, kalo aku harus jadi Polwan, hmm, ayo kita harus semangaaat” Mba Zizi, yang setahun lebih muda dari aku, dan kupanggil mbak karena dia anak Pakdheku yang lain, bersemangat untuk menjalankan amanah yang ia dapatkan dari Pakdhe Reynaldi. Saat itu, aku pun bertekad, aku harus jadi DOKTER!

Malam ini, aku tidur di rumah nenekku. Mungkin aku baru berangkat ke Semarang untuk sekolahku baru Senin pagi. Dari rumah nenekku perjalanan satu jam untuk sampai di sekolah. Cukup sering aku berangkat dari sana, terutama hari Senin pagi. Apalagi, waktu aku masih masa penyesuaian di kosan, aku sering sekali lebih memilih untuk menginap di rumah nenek, ketimbang tidur di kos. Dan, setiap pagi itu pula, Pakdhe Rey selalu mengantarku untuk menunggu mobil yang memang khusus mengantarkan penumpang ke Semarang.

“Shani udah bangun?” suara itu dulu selalu mengantarku saat pagi buta pada Senin pagi, tapi, mulai sekarang, mungkin tak akan ada lagi orang yang sepeduli itu padaku. Beliau memang tidak pernah tega membiarkanku sendirian menunggu jemputan, pagi-pagi. Selalu menyempatkan diri jam setengah 6 pagi untuk mampir ke rumah nenek yang tidak jauh dari rumahnya, untuk memastikan, apakah aku sudah siap berangkat sekolah.

Senin, 12 Juli 2010

“Sudah kelas 3 tapi masih saja tidak mematuhi aturan! Mana ikat pinggangmu, Mbak?” terdengar suara Pak Muslim, guru agamaku, yang juga petugas STP2K, atau petugas yang biasa memantau, apakah murid-murid berpakaian lengkap saat upacara, berbisik di belakang telingaku. Dadaku berdegup. Sepertinya, aku sudah memakai ikat pinggang, pikirku. Kuraba lagi pinggangku. Ternyata bukan aku, tetapi warga kelas sebelah yang ketahuan tak memakai ikat pinggang, yang belakangan aku ketahui dia juga memakai sepatu putih. “Cari mati anak ini..” bisik Arisa teman raksasaku. Kusebut raksasa karena sebagai seorang perempuan dia terlalu tinggi. Sampai ibunya pernah bilang padanya,“Udah, kamu nggak usah renang terus! Nanti nggak ada cowok yang mau sama kamu gara-gara badanmu ketinggian!”

Hari pertama masuk sekolah aku merasa sangat malas. Malas belajar, malas ketemu teman sekelas. Aku melihat daftar nama di kelasku. XII IPA 3, kubaca deret pertama, ada Arisa, yang kedua, sungguh, aku tak percaya akan sekelas dengan anak juragan itu. Arvi Sabrina!

“Kamu sekelas sama anak itu? Sabar ya, Sha..” oke, aku masih bisa terima jika hanya bertemu dengan orang kaya itu. Tapi ternyata, masih banyak anak yang aku temui di kelasku yang baru dan ‘sekelas’ dengan Sabrina. Alhasil, aku hanya bergaul dengan Arisa, dan berkenalan seperlunya dengan yang lain. Aku masih belum bisa terima dengan kenyataan ini.

Semua sahabatku, di Rohis, di kos, aku ceritakan bagaimana rasanya aku bisa sekelas dengan orang-orang itu. Padahal aku belum merasakan bagaimana mereka sebenarnya. Bagaimana sifat mereka sebenarnya. Di sekolah aku malas bertemu dengan orang yang ‘tidak selevel’ denganku, di kos, tidak ada sesuatu yang bisa aku kerjakan selain mengingat-ingat kejadian di sekolah. Menebak-nebak apa yang akan terjadi esok hari di sekolah. Sampai akhirnya aku putuskan melupakan semua itu, dan kubuka laptopku yang baru saja selesai diservis.

“Nih, kukasih temen baru dari Jepang!” dia pikir kacang goreng, teman bisa dibagi-bagi. Setelah kubuka Skypeku dan kulihat ada nama yang direkomendasikan oleh temanku itu. Tetapi, kenapa laki-laki? Aku putuskan mencari yang perempuan saja, akhirnya, setelah berkali-kali mencari nama yang sesuai, kutemukan sebuah nama Ryoko Minami.

“Asl?”

“18, Female, Japan, and you?”

“17, Female, Indonesian. Nice to know you.” Kutambahkan emoticon senyum di akhir kalimatku. Perbincangan kami akhirnya bermula dari situ. Mulai kulupakan masalahku di sekolah, kenyataan yang masih belum bisa aku hindari, aku memilih untuk memulai pertemanan dengan orang yang ada di ujung sana, meskipun aku tak tahu siapa dia.

Kami begitu asik berbincang, membicarakan masalah budaya di Jepang, tradisi di Jepang yang sangat terkenal, dan masih banyak lagi. Kebetulan aku juga penyuka drama dari Jepang, bukan karena aku tidak cinta negeri sendiri, tetapi, sinetron di Indonesia terlalu berlebihan di mataku. Dengan episode yang terlalu panjang, dan cerita yang berputar-putar. Apa maksud mereka membuat masyarakat Indonesia pusing dengan cerita yang rumit?

“Are you going to school?” sampai suatu kali dia bertanya, apakah aku masih bersekolah. Aku sedang malas membahas sekolah, tak tahukah engkau?

“Yes, I am. I am 12th grade of senior high school. And you?” kuberanikan diri menjawab pertanyaan itu dengan bahasa Inggris yang terpatah-patah. Memberanikan diri untuk menjawab tentang sesuatu yang berhubungan dengan sekolah.

“Aku sudah lama tidak sekolah.” Jawab Ryo, tentu dengan bahasa Inggris. Aku tak tahu bagaimana nada bicaranya saat ia berkata akan hal itu. Senang atau sedih, aku tidak tahu. Awalnya aku ingin bertanya kenapa dia sudah tidak bersekolah. Tetapi ternyata malam sudah larut. Mataku sudah berkedip-kedip tanda mengantuk. Jika kulanjutkan perbincangan pasti tidak akan selesai.

“Ryo, ini sudah terlalu malam di Indo, aku harus pergi tidur. See you later.” Begitu kira-kira aku menutup perbincangan kami malam itu. Menutupnya dengan rasa penasaran di otakku. Dengan ramah, ia mempersilahkan aku tidur.

Sabtu, 6 November 2010

Tidak terasa sudah hampir satu semester aku bergelut dengan kelas yang awalnya aku anggap tidak selevel denganku. Ternyata perkiraanku salah. Ternyata mereka anak yang sangat asyik. Maskipun kadang aku merasa agak minder, tetapi sebenarnya mereka tidak pernah ingin merendahkan kami, orang-orang yang tidak selevel dengan mereka.

Namun, seiring berjalannya waktu, aku masih belum sadar bahwa aku sudah kelas 3 SMA. Kelas terakhir yang akan aku diami di SMA ini. Dan tahun depan, aku sudah harus menjadi seorang mahasiswa, bukan murid SMA. Tetapi, kebiasaanku bermain dan membuang-buang waktu masih belum hilang. Ya Allah, apa yang terjadi dengan diriku. Kenapa hamba malas sekali Ya Allah?

“Why don’t you go study? You will do your national exam this academic year, won’t you?” tanya Ryo, ketika aku masih sering chat dengannya di skype. Aku sudah sering menjelaskan kepadanya bahwa aku akan menghadapi ujian nasional tahun ajaran ini. Sudah sering ia mengingatkanku untuk belajar. Tapi, sudah sering pula aku tidak mengindahkan Ryo.

Ryo, terima kasih untuk perhatianmu, tapi, aku juga bingung pada diriku sendiri, kenapa aku semalas ini?

“Kebetulan aku sedang mencari tugas untuk mata pelajaran agama besok.” Jawabku untuk melegakan perasaannya.

“Hontou?” tanyanya meyakinkan.

“Hai, aku harus mencari materi untuk tugas presentasiku besok, tentang pernikahan dalam Islam.”

“You’re a moslem?” nadanya seperti terkejut ketika aku membacanya.

“Hai desu. I am a moslem.” Dan ternyata, itu adalah percakapan terakhirku dengannya. Beberapa hari setelah itu dia tidak menyapaku. Aku merasa dia sudah tidak seramah dulu lagi. Aku sapa, dia hanya menjawab seperlunya. Dan sejak saat itu pula aku sudah mulai tenggelam dengan kesibukanku di sekolah untuk menghadapi semesteran, di tempat bimbel, tak ada waktu untuk menyalakan laptop dan sekedar membuka skypeku. Hubunganku dengan Ryo merenggang. Bahkan ketika aku belum tahu kenapa dia tidak melanjutkan sekolahnya. Ya, aku merasa perlu untuk mencari waktu menanyakan hal itu. Aku takut dia akan tersinggung.

Senin, 20 Desember 2010

Liburan semester telah tiba. Tapi tidak untuk siswi kelas 3 seperti aku. Kami, siswa-siswi kelas 3 harus melakukan kegiatan social care. Yaitu bekerja secara sukarela di panti-panti yang telah ditunjuk oleh sekolah. Ini merupakan tahun ketiga diadakannya kegiatan ini. Sejak sekolah kami bergelar RSBI.

Jadwal soscare ku adalah dari tanggal 23 hingga 25 Desember. Panti yang akan kelompokku kunjungi ini cukup jauh dari kosku. Hampir memakan satu jam perjalanan jika jalanan macet. Yah, tak apalah, hitung-hitung jalan-jalan keliling kota Semarang.

“Konbanwa Shani san.” Kubaca nama pengirim teks itu. Ryoko! Sudah lama sekali kita tidak saling sapa. Lebih tepatnya sudah lama sekali aku tidak menyapamu. Aku terlalu sibuk dengan sekolahku hingga aku tidak peduli lagi padamu.

“No problem. Justru aku yang harus meminta maaf karena dulu aku yang mencampakkanmu.” Katanya ketika aku meminta maaf karena aku tidak menyapanya lagi.

“Yeah, sekarang aku sedang sibuk mengurusi anak-anak panti. Aku ingin memberikan sesuatu yang berbeda untuk mereka. Sesuatu yang belum pernah mereka dapatkan selama di panti. Apa ya?”

“Bagaimana kalau menonton film?” ujar Ryoko. Akhirnya aku pakai saran itu untuk menghibur anak-anak panti. Mereka cukup senang. Sekali lagi terima kasih Ryoko, kau sangat membantuku dalam segala hal.

Sabtu, 25 Desember 2010

“It’s christmas! Merry Christmas Shani!” ucapan itu ada di depan layar yang kubaca. Ryoko, aku beragama Islam, dan kau tahu itu. Apakah kamu lupa?

“Yes, I know you’re a moslem. But I just wanna share my happiness to you..” jawabnya ketika aku bilang aku seorang muslim.

Tiba-tiba kulihat ada request dari seorang nama. Kyoko Minami.

“Moshi-moshi. Aku kakak perempuan Ryoko. Watashi wa Kyoko desu. Douzo yoroshiku.” Dan sekarang aku memiliki dua kenalan yang berhubungan keluarga di list friends-ku

Namun, yang membuatku lebih kaget adalah mereka berdua sering menyapaku bergantian, dan menanyakan sesuatu. Yang mereka tanyakan adalah tentang agama Islam! Aku cukup kaget dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

“Gomenasai Ryo-san. It’s time for me to go pray. I must sholat.” Itu awal mula pertanyaan itu terjadi. Sejak saat itu, mereka jadi sering bertanya apa itu sholat, mengapa harus sholat, ya, kujelaskan saja semampuku. Namun, kusarankan kepada mereka untuk mencari pengertiannya di internet. Aku takut salah menjelaskan dan malah membuat mereka semakin mengganggap Islam itu aneh.

“You’re not a terrorist, right?” aku kaget membaca pertanyaan itu. Buru-buru kujawab tidak. Kenapa semua orang di penjuru dunia berpikir bahwa Islam itu agama teroris?

Jumat, 4 Maret 2011

Sudah hampir setahun aku duduk di kelas 3 SMA. Dan jika tidak ada aral melintang, aku akan menempuh ujianku tanggal 18 April nanti.

“How is your preparation for your exam?” dengan penuh perhatian Ryoko bertanya padaku bagaimana kesiapanku untuk ujian nanti.

“Yaah, Insya Allah aku sudah siap.” Aku berani menjawab dengan kata-kata itu, karena dia juga sudah pernah bertanya arti kata itu. Jadi, aku tidak perlu ragu apakah dia tahu atau tidak tentang arti kata tersebut.

“Mengapa kau tidak pernah bertanya kepadaku kenapa aku tidak sekolah?” sambung Ryoko. Tanpa aku perlu bertanya, dia sudah berkenan untuk menjelaskan apa yang sudah lama aku pikirkan.

“Aku sudah lama menderita leukimia. Ibuku memutuskan untuk membiarkanku di rumah, tidak melanjutkan sekolah. Dia terlalu takut membiarkanku berkeliaran di luar.” Mencelos hatiku mendengarnya. Satu lagi orang yang sudah aku anggap orang terdekat yang menderita penyakit yang bukan penyakit sembarangan. Sungguh, aku takut kehilangan orang seperti dia. Orang berbagi cerita, berbagi kesedihanku bagaimana menghadapi hari-hari awal di sekolah yang tidak menyenangkan. Aku takut tidak akan ada yang bertanya lagi,”How is your day?” tidak akan ada lagi yang mengucapkan,”Oyasuminasai…” sebelum aku tidur, dan masih banyak kata-kata indah lainnya keluar di depan mataku.

“Shani-san, aku sudah mendownload Al-Quran dari sini. Sungguh indah kata-katanya, ya? Seandainya aku bisa membacanya dalam bahasa Arab.” Keluhnya terakhir sebelum aku menutup perbincangan kami malam itu. Ryoko, sungguh, aku ingin sekali mengajarimu membacanya jika aku bisa bertemu denganmu. Kau bilang, kau dan Kyoko sembunyi-sembunyi membaca terjemahan Jepang itu di kamar. Jika ibumu datang, kau selalu berusaha menyembunyikannya. Allah, mudahkanlah mereka dalam mencari agama-Mu… agama yang tauhid dan sempurna di mata-Mu…

Kamis, 10 Maret 2011

“Shani-chan, Ryo tidak sadarkan diri. Dia masih terbaring di kamar dua hari ini.” Kubaca pesan dari Kyoko. Merinding aku membacanya. Tak tega aku menjawabnya dan membaca lanjutan dari jawaban Kyoko.

“Shani-chan, mohon doanya. Tolong doakan Ryo, semoga ia baik-baik saja…” kata Kyoko terburu-buru.

“Shani san, aku ingin sekali bisa belajar agama darimu. Tapi, aku tak tahu bagaimana caranya...” tulis Kyoko saat ia bercerita tentang keinginan Ryoko. Aku juga ingin Ryoko, aku juga ingin bertemu denganmu, juga kakakmu, Kyoko, dan kita bisa belajar bersama tentang agama tauhid ini, agama Islam.

Sabtu, 12 Maret 2011

“Ada tsunami di Jepang!!” teriak temanku setelah ia membaca sms. Ia dapat kabar itu dari kakaknya yang juga pencinta Jepang. Saat itu aku teringat pada Ryoko, pada Kyoko. Apakah mereka baik-baik saja di sana?

Malamnya, kubuka skypeku. Nama mereka tak ada di daftar online. Yah, mungkin sambungan internet di sana putus. Mungkin listrik di sana sedang mati. Mungkin komputer yang mereka gunakan sehari-hari hanyut terbawa air muntahan dari laut itu. Tapi, aku tak berani mengatakan mungkin untuk hal yang terakhir ini. Mungkin, merekalah yang hanyut terbawa tsunami itu…

Senin, 16 Mei 2011

Pengumuman ujian nasional akan kuketahui hari ini. Tapi, hingga kini aku masih belum tahu bagaimana kabar Ryoko dan Kyoko. Kedua Minami itu masih belum menampakkan namanya di daftar online skypeku. Aku benar-benar takut sekali hal yang kutakutkan itu terjadi. Aku bukan takut aku tidak lulus ujian -entah kenapa aku sudah yakin bahwa aku akan lulus ujian- tapi aku takut Ryoko dan Kyoko tidak bisa menghadapi ujian di dunia ini lagi, aku takut mereka sudah pergi untuk selamanya, sebelum mereka paham bagaimana Islam sebenarnya..

“Shani-chan, bagaiamana kabarmu? Ohisashiburi..” Kyoko! Akhirnya dia muncul juga setelah sekian lama.

“Aku justru mencemaskan kalian. Aku di sini baik-baik saja. Bagaimana dengan kalian?”

“Aku baik-baik saja di sini.” Aku baca lagi kalimat itu. ‘Aku’? Kenapa hanya AKU? Kenapa bukan ‘KAMI’?

“Oya, Shani-chan, aku dan Ryoko sudah hafal surat Al-Fatihah sekarang..” kata Kyoko. Entah, hatiku rasanya sulit sekali untuk tidak berdebar membacanya. Alhamdulillah ya Allah, sedikit demi sedikit, kau perlihatkan Kuasa-Mu.

“Bagaimana keadaan Ryoko?” aku mengalihkannya. Aku terlalu cemas memikirkan Ryoko selama ini.

“Dia, dia sudah beristirahat dengan tenang Shani-chan. Dia meninggal tepat saat tsunami itu menerjang Jepang. tapi, dia meninggal bukan karena terjangan tsunami..” ingin sekali kulempar monitor di depanku dengan keyboard yang saat itu kupegang. Tapi yang ada, aku hanya meremas kepalaku, dengan hati tak karuan.

Ryoko Minami. Tak sempat aku melihat senyummu saat pertama kali ku sapa kau. Tak sempat aku mendengar celotehanmu berkata,”Oyasuminasai..” di hadapanku. Tak sempat aku melihatmu bagaimana keseriusanmu membaca terjemahan Al-Quran. Tak sempat aku mendengarkanmu membaca Al-Fatihah dengan lantang. Hatiku benar-benar menyesal, kenapa dulu aku tak perlakukanmu sebagai seorang sahabat yang benar-benar membutuhkanku.

Ya Allah, perhitungkanlah apa yang menjadi niatnya belajar agama selama ini.

Mungkin dia memang belum bisa sempurna memahami bagaimana kebesaran-Mu.

Ya Allah, berikanlah ia tempat yang layak di sisi-Mu..

Mungkin dia memang belum bisa sempurna mempelajari bagaimana tauhidnya agama-Mu.

Ya Allah, maafkan hamba yang tak sempat memberinya kesempatan lebih banyak untuk mengenal-Mu.. semoga Al-Fatihah-nya dapat mengantarnya ke Surga-Mu..

Ryoko Minami. Aku berjanji, aku akan menjadi seorang Dokter, dan menyelamatkan jiwa lain! Aku janji Ryo!

“Kamu ingin jadi dokter, kan, Shani san? Ganbatte ne! Ayo semangat yaa!” kata-kata itu akan kujadikan motivasiku selalu Ryoko!

Rabu, 29 Juni 2011

Hari ini pengumuman snmptn ujian tulis akan segera diumumkan. Aku menyiapkan diri dan mentalku. Entah jadi dokter atau tidak aku siap. Dan hasilnya, aku diterima!! Alhamdulillah.. Allah, terima kasih kau telah menjawab kesungguhanku berdoa dan berusaha selama ini. Semoga ini adalah kesempatan yang Engkau berikan, agar aku selalu berusaha untuk peduli pada orang lain. Ryoko, aku akan menjadi DOKTER!! Ryoko Minami, meskipun aku tak pernah meraba bagaimana kau tersenyum di sana, tetapi, aku akan selalu tersenyum untukmu!

Rabu, 15 Juni 2011

Pendewasaan Hati-Bersikap dg si Besar Kepala

Bismillahirrahmanirrahim, waah sudah lama sekali tidak posting hem, alhamdulillah sekarang masih diberi kesempatan mengetik di keyboard sewaan (baca:warnet) karena ada sesuatu hal jadi tidak bisa posting dari rumaah aargh.

ada pepatah yg mengatakan "Menjadi tua itu pasti, tapi menjadi dewasa itu pilhan". Ya, dewasa (bisa dikatakan umur mental) itu belum tentu berbanding lurus dengan umur fisik seseorang, kata seorang psikolog jadi percaya aja ya haha, jangan ngeles :p. Bisa jadi umur seseorang sudah 30 tahun, tapi sikapnya masih umur 20 tahun. Atau bahkan usianya masih 17 tahun (seperti saya setahun yang lalu, jadi sekarang umur sayaa=...? ayo tebak!) tetapi usia mentalnya seperti orang berumur 25 tahun. Wallahualam.

Tetapi, kondisi mental seseorang itu juga dipengaruhi oleh beberapa hal loh, belum tentu cuma karena faktor bawaan dari lahir. Lingkungan, sangat menentukan bagaimana kita akan bersikap dalam menghadapi suatu masalah. Tetapi, selain bagaimana lingkungan itu yang menentukan bagaimana kita bersikap, juga menentukan bagaimana kita bersikap dewasa (mudeng gak). Menurutku, di lingkungan yang berbeda, ukuran dewasa itu berbeda juga.

"Hey bro, gue abis beli BB loooh" kata Budi (nama samaran) dengan mulut maju mundur kayak paskibra lagi PBB.
"Soooo? Emang gueh pikirin" melengos si teman yang harus berhadapan dengan Budi si sombong itu, sebut saja dia Arif.
"Bradherrr dherr, listen to mee yaw, BB itu barang canggih yang sudah tidak diragukan lagi keberadaannya. Dan eloo, harus cobba geto" si Budi dengan nafas megap megap memamerkan keunggulan apa yang dia, eh, BB itu miliki.

Nah, sekarang, apa yang harus anda lakukan jika berhadapan dengan Budi? Anggap diri anda ini adalah Arif (nah loh, pusing? coba saya kasih pilihan)
A. Langsung pergi tanpa bilang sepatah kata
B. Bilang,"Ih, lucu banget deh, beli dimana? Aku mau dong"
C. Dengan mata melotot,"Elo pikir gueh kagak tahu nih BB kayak apa? Heh, Sekodi juga gueh beli choy!"
D. Tersenyum,"Alhamdulillah, jadi makin gaul dong ya? Haha, tapi jangan berlebihan ya sob."

Ya, mau pilih yang mana? Suka suka deh, tapi, kalo masih dalam satu kasus kayak gitu, mungkin masih bisa ditolerir ya. Seandainya Budi adalah orang yang sekali menceritakan kebesarannya, dan kemudian orang lain berkomentar positif dia makin sombong, gimana dong? Misal ya, mari kita lanjutkan percakapan mereka

"Iya, iya ntar deh kalo ngga kesempitan gueh coba (lo pikir bajuu? --")" Mari kita koreksi
"Oke bro, tapi lo harus ngajarin gue, gue nggak ngerti soal begituan." (waw, tidak ada di pilihan --a)
"Hah? Elo kagak ngerti? Okay gue ajarin gampang bro, tinggal pencet pencet selese dah. Gue juga punya hape di rumah yang kayak BB gitu bro, tapi ngga pernah gue pake."

Kemudian si Budi bercerita tentang hape-hape di rumahnya, komputer, laptop, sampe pot bunganya yang canggih, bisa nyiramin kembang sendiri sesuai dengan kebutuhan si tanaman, dan selama itu, Arif hanya terdiam. Bagaimana jawaban DEWASA yang bagus ya?

Sabtu, 26 Maret 2011

Ternyata ini Jalankuu :D

Masih ingat dulu waktu kecil selalu protes, meskipun cuma di dalam hati, tapi sekali pernah kuutarakan ke ibu tercinta.
"Buat apa sih pake JILBAB?"
Lihat sepupu-sepupu yang lain pada bebas main, tanpa harus memakai penutup kepala yang bernama jilbab itu. Rasanya malees banget kalau pake jilbab, dulu waktu kecil mesti menhgindar kalo udah mau dipakein jilbab.
"Buk, mbak Risa aja nggak pake kerudung, kok aku pake?" tanyaku waktu aku masih umur 3 tahun. Padahal sepupuku itu lebih besar dari aku, tapi kenapa malah anak kecil kayak aku yang disuruh pake jilbab.
"Soalnya Budhe nggak pake jilbab, nduk.." alasan yang menurutku nggak mutu. Tapi, aku nggak pernah bisa bantah apapun yang keluar dari mulut ibu atau bapak. Selalu aku cuma bisa terima. Padahal, aku pernah lihat seorang ibu yang pake jilbab, tapi anak perempuannya enggak. Dan harusnya, saat itu aku bisa bantah dengan bukti itu. Tapi, nyatanya? Tetep nggak bisa.

Dulu, waktu aku masih jadi anak semata wayang, tiap malem aku selalu minta beliin ice cream conello. Dan kalo aku mau pergi, harus PAKE JILBAB. Aku selalu nggak mau, meskipun cuma di dalam hati. Entah kenapa, sepertinya aku sudah diprogram untuk tidak membantah kedua orangtuaku, meskipun aku membenci apa yang mereka lakukan. Dan itu berlaku sampai sekarang, sampai aku berumur 17 TAHUN. Tapi, pernah suatu kali aku bilang, "Buk, nggak usah pake ya? Kan aku udah pake jaket, pake kerudung jaket ngga apa apa kan?" waktu itu aku berumur sekitar 4 tahun. Dan, baru sekali, keinginanku itu diloloskan, padahal aku cuma duduk di motor dan nggak kemana-mana, karena yang beli ice cream ibuku. Jadi tetep aja, nggak ngaruuh --"

Waktu TK, aku pake jilbab kalo hari Jumat doang. Padahal, khusus untuk anak ibuku (baca: aku) harus setiap hari pake. Yah, gara-gara aku nakal, kebetulan sekolah TKku cuma pake jilbab hari Jumat, hari lain terserah. Tetapi, sekali lagi, khusus aku, aku harus pake tiap hari! Cuma, karena aku bandel, yaudah dari rumah pake jilbab, sampe sekolah DICOPOT! ckck ASTAGHFIRULLAH ..

Lulus TK (sebenernya aku nggak lulus TK, karena aku TK cuma satu tahun, wkwk. Yah, bahasa kerennya aksel :P, tapi, aku nggak punya ijazah TK hehe). lanjut ke SD. Hari pertama masuk, aku pake baju muslim, bukan baju seragam. Aneeh, tapi itu ibuku yang mau, dan aku nggak bisa bantah. Dan, karena aku TK cuma satu tahun, alhasil, aku ketemu kakak kelas TKku, yang ternyata malah lebih muda dari aku RAHMANIA PRAHARDANI. Dan sampe sekarang orang itu masih menjadi my bestiee,, haha kangen kamu NIK! wkwk. waktu SD, aku lebih parah. Berseragam merah putih dengan lengan dan rok pendek dengan kerudung lebar dan kaus kaki panjang. Beda sendiri. Selama 5 tahun, belum pernah ada yang menyamaiku dengan 'kostumku" itu. Sampai akhirnya wkatu aku kelas 5, ada seorang anak kelas 1 SD, yang memaksa orang tuanya supaya dibolehin pake jilbab. Aneh, ini aku yang dipaksa aja nggak mau, "Dek, dek, kenapa nggak kamu aja yang jadi anaknya ibukku?" Pikirku jaman dulu.

Beranjak ke SD, ternyata aku tambah bandel. Tanpa sepengetahuan ibukku, aku melepas jilbab waktu pelajaran OLAH RAGA. ckck, nakal bandel, apapun namanya. Dan yang terpenting adalah, AKU MENTHEL (baca: kemayu) SEKALI saat itu. Misalnya, kalo hari ini ada jam OR, dari pagi, rambutku sudah kukuncir sedemikian rupa, jadi waktu OR, aku terlihat bagus, eh, maksudnya cantik. Sebenarnya, guru OR-ku protes,"Loohh, mbak Ais kok kerudungnya dicopot?" dan alasanku paling nggak mutu sedunia,"Iya, pak, takut nanti jilbabnya kotor, soalnya kan pasti keringetan, Pak."

itulah kenakalanku yang paling nakal selama hidupku, insya Allah, nggak lagi lagi deeh

lanjut ke SMP #to be continuueed :P

Minggu, 27 Februari 2011

remembering KENZOU (?)

tiba-tiba merinding disko inget nama itu wkwk
gatau kenapa tiba-tiba inget lagi (aduuh mulees --)

gara gara bosen nih jadi kepikiran kemana-mana. tapi kok nyampeknya kesitu, aku bingung jadinya

dulu waktu aku masih jadi cewek bukan perempuan (bedanyo apo?) aku bisa dengan berani mengajak BICARA orang yg gak kukenal sama sekali ckck sumpaah agresif (ternyata aku pernah gilaa --)
inget jaman jahiliyahku dlu, *sediih*

cuma sama orang itu aku bisa seberani itu, ckck sekali lagi, gatau kenapa TT

jadi malu sendiri, dg gampangnya aku tiba tiba ngechat dan memulai obrolan tidak penting itu *brebees milii*
kalo bisa diulang, mending aku diem dan gausah ngeliat daftar online .

masih jelas keinget gmana dialognya huhu . tapi, smoga kenzou ga pernah tau aku (at least lupa sama akulaah) siapa dan aku kenapa, amiin .

kenzou udah yaa, kamu pergi dulu sana, ngga usah mampir-mampir kesini lagi hehe
wassalam ya ken :) ati ati, jangan kesini lagi pokoknya, kalo mau lewat, cari jalan lain oke (apa jaal?)

Sabtu, 26 Februari 2011

mendung di lab smaga

14 Februari 2011 aka valentine day .

hmm, peduli amat mau valentine kek, valentino apalaah itu, ga urusan . Yang jelas adalah, hari ini hari pertama ujian praktek . Dan, jeeng jeeng . jadwal hari pertama kelasku itu TIK, FISIKA . ckck tegaaa
sblmny tgl 13, aku ada d rumah prepare bkin flash, ngutak ngutek karya tulis biar ngga ribet pas ujian praktek gara gara laptopku nguuaadaat #anyeel --
yaudah, download segala modul praktek fisika, dan ga peduli sama tik, karena aku takutnya sama fisika --
belajar tik dikit ga sampe mudeng . naah ini dia salahnya, pas malem aku berdoa

''ya ALLAH, aku pasrahkan FISIKAku padaMu. aku ngga bisa fisika ya ALLAH, smoga aku bisa ya ALLAH''


besoknya di sekolah pd belajar fisika, cuma segelintir yang belajar TIK, ya udah aku ikutan belajar fisika deh .

di tengah keasikan belajar fisika, tiba-tiba Veda dateng sambil lari lari.

'hosh hosh hosh'
'veda darimana sih?' aku lupa nanya ke siapa
'abis pulang ngambil buku'
'haaah?' yang ini rada lebai .
'kamu pulang naik apa?'
'taksi, padahal taksinya lagi nunggu orang, yaudah aku minta taksinya nganterin aku pulang dulu hosh hosh hosh'
'woo dasar'
lanjut lg belajar fisika. ga kerasa udah mau jam setengah 8, yaudah aku dan teman2 menuju lab komp di sana bukannya belajar malah ngeliatin mobil barunya smaga
'wiih 01 16 . baru beli boo'
'iya ih, eh ushh itu ada yg punya' aku ngeliat bapak2 lagi ngutak ngutek tu mobil
'ini tu mobil kita tauuk'
'masaak?' aku terperangah liat mobil kempling itu punya smaga
'iyaa'
abis itu bukannya belajar tik, malah nyanyi nyanyi gita gutawa ckck dasar gilaa.

tiba tiba bu indah dateng .
'yo masuk masuk'
'loo buk, aku lupa ngga bawa tempe' bu indah kalo ketemu aku selalu nagih tempe --

di dalem, aku ga bisa ngerjain, yaudah terpaksa ak ngeliat punya cik mei huhu
dan aku udah pasrah bgt, karena aku ga bisa ngerjain
si ogi malah bisa ngerjain waktu punya dia udah dinilai ckck
rasanya pengen nangis kalo inget tik . :'(

waktu habis dan ak belum selesai . bu indah udah maksa maksa ak sama cik mei yg tinggal berdua buat keluar

sekarang menuju lab fisika . ketar ketir ngambil undian takut dapet yg susah, pas ngambil dapet nomer 10 . nomer 10 apaan yaa, aku jd bingung sendiri
pas ketemu nomer 10 ternyata PENGUKURAN ! alhamdulillah, dapet yang aku mudeng .
tak kerjain udah selesai tinggal bkin laporan, eh PAK NARNO dateng . aku disuruh ngulangin prakteknya .

akhirnya waktu yang harusnya aku pakai buat bikin laporan cuma buat jawab pertanyaannya Pak Narno yang membingungkan ..

alhasil aku udah ga peduli sama laporanku yaudah buru2 tak kumpulin pngen cepet selesai!

Minggu, 20 Februari 2011

me as RENG RENG :D

bawaannya bete bangeet kalo latihan nari. ide ide selalu pada bumpet di otak. Gatau kenapa nggak bisa keluar tuh ide. Sekalinya keluar, gabisa disambungin sama gerakan yang udah ada sebelumnyaa . cebel deeeh --"

hari Sabtu sebelumnya udah latihan di sekolah dan alhasil cuma nemu gerakan sampe 20 detik doaang. huaah.. target nggak kesampaian. Padahal hari Senin harus udah direkam, dan selasa udah tampil di depan bu Umi ckck. Dan waktu latihan di hari sabtu itu, kita latihan bareng sama kelompoknya abang. aku bingung, ni kelompok gerakannya kaya tariannya Mulan Jameela (bener ga tulisannya??) di MV-nya yang Makhluk Tuhan Paling Seksi. Jebuul, mereka temanya air, ngakak ngakak padahal perut lagi sakit banget gara-gara abis praktek or. Yang tadinya bete, tapi ngelihat tu orang pada nari sambil nguler-ngulerin tangan (baca nari nari kayak berasa asistennya Mulan Jameela) jadi ngakak sampe mules .

gara-gara ngga nemu nemu gerakan sampe otak bumpet dan udah keburu mau jengukin Thomas, ya udah, nariku yang cuma 20 detik itu kita rencanakan selesai besok Minggu di rumahnya Dila.

Sebelum sampe, aku sempet lupa rumahnya dila yang mana, yaudah deh, brenti dulu, nginget nginget, ternyata aku brenti di rumah yang salaah . udah masuk, eh, si abul masuk rumahnya dila ngga sopan banget. Bilang Assalamualaikum sambil jalan mundur. ni orang maunya apaa coba. Gara-gara di rumahnya dila banyak ikan, jadinya gitu deh .

mulai beranjak siang, lumayan udah nemu gerakan sampe beberapa menit. Waktunya makaaan. Haha, dibeliin gado gado sama dila (makasih dill :D) habis makan ngentengin perut dulu sambil ndlosor di ruang tamu. tiba tiba seorang di depan rumah keluar dari persembunyiannya.

"Iiih, ganteng bul"
"Ganteng dari mana????"
"Liat to bul. perhatiin"
"Ihh, iya kayak Jack Hanafi" si Rieza tereak, padahal kayaknya tu orang denger jelas banget.
"iya kaaan" aku berbunga bunga.
pada ngomongin apa aku nggak denger, aku cuma merhatiin masnya yang lagi ngelap-ngelap mobil
"Ni orang kenapa sih?"
"Ihh, pembantu gitu" si abul ngece banget
"Sumpah ya, ni orang kenapa pada gila begini sih?"
"Liat dong, tu looh cakeep"
"Iiih, iyaaa. cakep, namanya siapa dil?" tiba tiba abul berubah pikiran
"benaa"
"Haaaah? BELLA? BELLA??" aduuh abul, mana ngomongnya keras banget. ya orangnya denger laah
"beenaaa"
"Haaaah???"
" wah, BENA dan RENG RENG dong" si rieza nyeletuk
"Wah, Mas, KALO KAMU BENA, aku mau jadi RENG-RENGnyaa"
sampee lama, kita nyanyi nyanyi lagunya kahitna, yang cinta-cintaan gitu, masnya sambil wara wiri benerin mobil. kayaknya geer tuh oraang. wkwk tiba tiba orang itu disamperin temennya, trus diajak pergi cobaa.. yaaaah..
yaudah sholat-sholat! eh, selesai sholat, tuh orang mbalik. sumpah PAS BANGET --"

Kata dila, masih banyak yang ngganteng disitu. disebutin dah, namanya TEGAR, coba deh. Pas aku keluar mau pulang, mamahnya dila bilang,"Looh, mas Tegar mau kemana?" Mukanya rieza langsung semangat gituu. begitu keluar dan kita melihat yang namanya mas TEGAR, dalam hati aku dan RIEZA kayak berTELEPATI,

"MASIH GANTENGAN MAS BENA YAA. Ih dila tu ngasal deeh"

Jumat, 21 Januari 2011

Seperti Dibenci

it has been long time .........

Udah lama banget nggak posting lagi. eh, udah ganti tahun aja --"Entah kenapa beberapa hari ini, aku merasa aku dibenci oleh seseorang. Sebenernya ngga cuma beberapa hari sih, tapi, mungkin hampir setengah tahun. Sebenernya aku juga ngga tahu what is the true reason this person hates me so much (mungkin bisa juga ini perasaanku doang sih ..)Nggak tau ini aku yang suudzon, atau aku yang mawas diri. Tapi yang jelas setiap orang pasti berusaha buat jadi orang baik di mata semua orang. Jujur aku nggak mau beda-bedain orang. Tapi kok dia bersikap kayak gitu sama aku, aku juga nggak tahu aku salah apa.

Akhirnya aku jadi sering bertanya-tanya sendiri apa iya aku sering bersikap menjijikkan (baca:membuat orang lain benci). Yaudah, aku teliti lagi, apa iya aku ini sok imut, apa iya aku ini sok baik. Tujuanku tu cuma satu, merubah persepsi orang itu tentang aku. Udah, JUST IT.

Tapi, masih aja belum ketemu apa yang aku cari. Lha wong yang aku pengen tahu tu kok dia bisa kayak gitu ke aku? Emang aku salah apa sih sama dia?? Bisa-bisa abis waktuku cuma mikirin kayak gini. tapi ya masak iya aku harus nanya sama dia,
"Kamu tuh kenapa sih? Kok kayaknya benci banget sama aku?!" sambil marah-marah nggak jelas gitu?

Udah sekarang aku mikir lain lagi. Mungkin dia mau lebih segan sama aku, karena aku berbeda. Oke segan gapapa, tapi menganggapku seperti yang lainnya juga bisa kan? kenapa harus mbeda-mbedain gitu sih? Yah, aku juga ngga berharap dia bercanda-bercanda ke aku (baca: at least ngajak ngomong aja deh --). yah, dan juga ngga berharap orang yang kumaksud itu membaca blog ini juga sihh.

"Yaudah laah, tetep semangat aja deh, bukan berarti dia membencimu is, mungkin ada sesuatu yang dia yakini sebagai batas-batas berteman denganmu :)"


Akhirnya aku jadi sering bertanya-tanya sendiri apa iya aku sering bersikap menjijikkan (baca:membuat orang lain benci). Yaudah, aku teliti lagi, apa iya aku ini sok imut, apa iya aku ini sok baik. Tujuanku tu cuma satu, merubah persepsi orang itu tentang aku. Udah, JUST IT.
Tapi, masih aja belum ketemu apa yang aku cari. Lha wong yang aku pengen tahu tu kok dia bisa kayak gitu ke aku? Emang aku salah apa sih sama dia?? Bisa-bisa abis waktuku cuma mikirin kayak gini. tapi ya masak iya aku harus nanya sama dia, "Kamu tuh kenapa sih? Kok kayaknya benci banget sama aku?!" sambil marah-marah nggak jelas gitu?

Udah sekarang aku mikir lain lagi. Mungkin dia mau lebih segan sama aku, karena aku berbeda. Oke segan gapapa, tapi menganggapku seperti yang lainnya juga bisa kan? kenapa harus mbeda-mbedain gitu sih? Yah, aku juga ngga berharap dia bercanda-bercanda ke aku (baca: at least ngajak ngomong aja deh --). yah, dan juga ngga berharap orang yang kumaksud itu membaca blog ini juga sihh.

"Yaudah laah, tetep semangat aja deh, bukan berarti dia membencimu is, mungkin ada sesuatu yang dia yakini sebagai batas-batas berteman denganmu :)"


Udah sekarang aku mikir lain lagi. Mungkin dia mau lebih segan sama aku, karena aku berbeda. Oke segan gapapa, tapi menganggapku seperti yang lainnya juga bisa kan? kenapa harus mbeda-mbedain gitu sih? Yah, aku juga ngga berharap dia bercanda-bercanda ke aku (baca: at least ngajak ngomong aja deh --). yah, dan juga ngga berharap orang yang kumaksud itu membaca blog ini juga sihh.
"Yaudah laah, tetep semangat aja deh, bukan berarti dia membencimu is, mungkin ada sesuatu yang dia yakini sebagai batas-batas berteman denganmu :)"