Minggu, 27 September 2015

Pendewasaan Hati - Merapikan Perasaan

Assalamu'alaikum!

Seharusnya tulisan ini sudah dipublish dari bulan Ramadhan hari kelima. Tapi baru berani saya publish sekarang hehehe. Sebenarnya sudah ada banyak draft dari tahun kemarin dan belum sempat terpublish karena beberapa hal.

Sempat mau posting di tumblr, tapi sekali lagi, blog ini lebih menarik daripada tumblr. Sebenarnya ada beberapa alasan, yang pertama karena theme di tumblr masih jadul dan belum diganti, tapi belum menemukan pengganti template yang bagus. Kedua, browser saya agak rempong gitu kalau buka tumblr, banyak loadingnya, jadi lama nunggu, malah nggak nulis-nulis, jadi ya, kembali lagi ke blog. Padahal ada beberapa orang-orang penulis yang saya kagumi tulisannya ada di tumblr, misalnya kak Kurniawan Gunadi, kak Kuntowiaji, kak Faldo Maldini (sekarang sudah alih ke web dengan nama domain sendiri), loh-loh kok cowok semua? Iya yang di tumblr taunya cowok semua hehe.

Ya, ini episode kesekian tentang pendewasaan hati. Semoga semakin dewasa ya, aisyaaaah~
Mengapa judulnya merapikan perasaan? Emang perasaanmu kenapa ais? Meminjam istilah kak Azhar Nurun Ala di personal blognya, Menulis adalah merapikan kenangan (ini linknya), di sini saya mau ikut-ikutan merapikan apa yang sedang berantakan. Kalau kenangan sih, hmm, saya sudah terlalu sering nulis hal-hal yang membuat terkenang, tapi kata Rieza Amalia, ST., tulisan saya jadi beraroma galau gitu.

Jujur salah satu inspirasi menulis saya sampai saat ini adalah teman saya si arsitek blogger Rieza Amalia, S.T. Beberapa tulisan saya, bisa dikatakan hampir semua, serupa dengan tulisan teman saya yang itu (ini blognya). Tapi, da aku mah apa atuh, dibandingkan dia, tulisan saya mah ngga seberapa kekiniannya haha. Kenapa dia inspirasi? Soalnya dialah yang sering komentar di tulisan saya hahahaha (hei kamu ayo komentar dooong). Selain itu ada juga si Azka yang udah sarjana, yang tulisannya super duper mengesankan (baca blognya di sini). Pengalaman si Nadia Azka ini keren-keren dan saya juga menikmati beberapa buku yang dia sarankan lewat goodreads-nya dia.

Oke, prolognya selesai, sekarang masuk ke masalah hal yang harus dirapikan. Masalah perasaan, sebenarnya sedang tidak berantakan sih, tapi agak tidak menentu pengaturannya. Misalnya, setiap kamar kan pasti ada spot tertentu untuk barang tertentu seperti rak buku untuk buku, lemari untuk baju, dan lain-lain. Nah, ibarat itulah perasaan, ada yang tidak pada tempatnya. Sebagai perempuan (gini-gini saya masih perempuan, meskipun kalau jalan kaki udah nggak peduli pake rok tetep aja ngangkang kayak cowok) sebagian besar pemikiran kami memang kontribusinya oleh perasaan. Yaaa, misalnya seharusnya perasaan ini fokus ke skripsi, malah jadi fokus ke yang lain. Aneh ya, fokus ke skripsi kok yang main perasaan. Haha, sebenarnya ini masalah penguasaan diri sih, mana yang lebih banyak menyita pikiran, kali ini saya jawab, perasaan (saat tulisan ini dibuat, skripsi belum rampung, sekarang, sudaaaaah~~)

Perasaan saya tak menentu, kenapa? Oke, jawabannya karena masalah hati. Berkali saya bilang, saya tak punya pengalaman cukup tentang masalah hati. Selama 22 tahun ini, belum pernah pacaran, ataupun dekat yang serupa pacaran. Orang tua saya, terutama ibu, sangat ketat tentang ini. Pernah sewaktu SMP, ibu saya curiga karena telepon rumah sering ditelepon orang tak dikenal. Ini orang jahil banget. Kalau saya yang ngangkat, bisa ngobrol sampai berjam-jam (lebay ah). Tapi, kalo yang angkat orang rumah, pasti dia diem aja, ckck. Ibu pun akhirnya tahu kalau orang iseng penelepon rumah itu lelaki teman sekolah saya. Langsung, suatu ketika dia telepon, dan ibu yang ngangkat, ibu bilang, "Kamu tuh ya, iseng sekali. Saya laporin polisi loh nomer ini, saya tahu ini nomernya berapa, keliatan di telepon saya!" Haha serem ya, pantesan saya nggak ditelepon-telepon lagi sama orang itu.

Dulu temen saya bilang itu namanya cinta pertama. Saya nggak ngerti apa bedanya, katanya sih yang paling berkesan, karena kamu pertama kali merasakan hal itu. Emang sih, berkesan, soalnya lucu kalau mengingat itu, tapi tidak terlalu membekas di hati, tuh. Biasa aja, hehe. Sampai saya duduk di bangku SMA pun, ngga ada yang benar-benar membekas. Kalaupun pernah suka, yang saya nikmati hanyalah bagaimana bahagianya 'menyukai'. Semata saya fokus pada kata kerja, bukan pada objeknya (baca Mencintai Harapan untuk lebih jelasnya).

"Aiiis, kamu tuh cuek banget thooo." kata temen KKN saya beberapa bulan lalu. Kalimat ini bermula karena mereka nggak nyangka saya nggak pernah pacaran sama sekali. "Kalau ada yang ndeketin itu ya jangan diacuhkan gitu. Nanti kamu nggak nemu jodoh, lho."

Serem banget ancamannya. Karena yang bicara laki-laki saya jadi cukup paham, berarti dia sering dicuekin sama cewek yang dia deketin haha. Sehingga, saat itu ia berpikir bahwa saya merupakan bagian dari perempuan-perempuan cuek. "Alaah bro, bukan aku nya yang cuek, emang nggak ada yang deketin tauk." Jawab saya membela diri. Emang bener koooook -__-

Semakin ke sini, saya semakin sadar, hidup itu bukan cuma soal perasaan. Tapi bagaimana cara diri untuk bertahan. Sekarang ini saya sedang proses bertahan, dengan merapikan perasaan, karena banyak kejadian di luar kendali . Yaaah, berusaha meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Ya, ini postingan pendewasaan hati, tapi fase ais masih labil. Maaf ya, sekali lagi ketahuan labil..... AIS STAY STRONG :)

2 komentar:

  1. Wakakakak GO AIS!! AIS STAY STRONG!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih alelaaakuuuuuu muaaah. Ini pasti kali pertama kamu dicium sama orang kaaaan

      Hapus

need your support :)