Bismillahirrahmanirrahim
"Memilikinya meski tak sempurna itu berkah. Membersamainya meski tak sempurna itu indah. Membuka mata kami, bahwa hati itu harus peduli. Membuka mata kami bahwa banyak orang di luar sana yg juga tak sempurna, tapi tak juga mendapat kasih sayang serupa. Berkebutuhan khusus itu bukan cela, tapi ia adalah sumber ilmu, sumber pengharapan yang juga sama, bahkan terkadang lebih banyak ilmu yang ia bagi kepada kami, kepada orang-orang di sekitarnya.."
Kali ini ingin membahas tentang anak-anak berkebutuhan khusus. Apa itu anak berkebutuhan khusus (ABK)?
Dahulu, istilah ABK belum digunakan, yang biasa digunakan untuk menyebut anak-anak ini adalah anak cacat, atau anak luar biasa. Saya tidak setuju dengan istilah yang pertama. Memang, mereka tidak sempurna, tetapi, memberi mereka sebutan itu, yah, rasakan sendiri jika Anda yang harus dipanggil dengan sebutan itu. Istilah kedua, yakni anak luar biasa, masih digunakan untuk menyebut lembaga pendidikan yang khusus memfasilitasi mereka. Mereka memang tidak biasa, tetapi 'luar biasa'.
Berkebutuhan khusus menurut saya istilah yang cukup mending. Ya, mereka memang memiliki kebutuhan yang berbeda. Tergantung pada 'kekurangan' apa yang mereka miliki. Secara fisik, ataupun secara mental, anal-anak ini memang dinilai memiliki kekurangan, tapi, jika merasakan interaksi dengan mereka secara langsung, akan lebih banyak pelajaran yang kita ambil, dibanding bertemu orang yang 'normal'.
Salah satu cita-cita saya nanti adalah mendirikan yayasan yang memberdayakan anak-anak berkebutuhan khusus ini. Mengapa saya begitu peduli dengan masalah ini? Ya, sekali lagi, jika kita merasakan interaksi dengan mereka secara langsung, lebih banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Saya setiap hari selalu berhadapan dengan anak 'istimewa' ini. Dari bangun tidur, hingga bangun tidur keesokan harinya. Adik saya adalah salah satu anak 'istimewa' ini.
'Kekurangan' yang dia miliki, justru membuat keluarga kami jadi lebih istimewa. Dari kecil, saya selalu dididik oleh ibu saya untuk tidak malu memiliki adik istimewa ini. "Orang-orang di luar sana belum tentu mampu menghadapi 'ujian' dan 'tantangan' ini nak." Seolah, beliau menanamkan, keluarga kami mampu, dan akan dengan leluasa melapangkan hati menerima 'tantangan' ini. Sekali lagi, yang diajarkan oleh ibu saya untuk menghadapi adik istimewa saya ini adalah, tetap perlakukan dia seperti orang biasa, ajak dia bicara seperti kau mengajak bicara orang lain.
Ibu saya tidak pernah menyembunyikan keberadaan adik saya ini, sehingga kami sudah biasa menerima tatapan aneh dari orang-orang yang baru bertemu. Itu sudah biasa, kami sudah kebal. Dan bahkan sejak awal, dari awal, saya tidak pernah malu, dan tidak pernah merasa keberatan dengan keberadaaan adik saya. Entah mengapa, kelapangan hati yang Allah berikan untuk saya sudah hadir sejak awal dia lahir (adik saya ini lahir waktu saya kelas 2 SD).
Apa pernah saya mengalami fase 'diolok-olok' oleh orang lain? Ya, pernah, tentu saja. Sampai saat ini saya masih ingat dengan peristiwa itu, saat itu saya kelas 5 SD kalau tidak salah. Dan orang itu hampir sebaya dengan saya, hanya berbeda dua tahun di bawah saya. Hampir saya tonjok mukanya waktu dia mengolok adik saya, dan bahkan mengolok saya juga! Tetapi, saat itu ibu saya yang berada agak jauh dari saya menatap saya dan tersenyum, seolah bilang; "Biarkan saja, bertengkar hanya akan menambah masalah.." Alhasil, waktu saya pulang ke rumah, saya langsung menangis sejadi-jadinya, di depan ibu saya. Tetapi saya lupa apa yang ibu katakan kepada saya, sampai pada akhirnya saya tidak pernah menonjok muka orang itu, hingga sekarang :)
Adik saya ini punya satu keahlian, lho. Adik saya mampu menari, padahal dia memiliki kesulitan dalam mendengar. Bagaimana mungkin ia bisa menari mengikuti irama musik, padahal pendengarannya sendiri kurang? Ya, pernah saya melihat pertunjukkannya sekali, saat dia dan teman-temannya menari, ada sesosok wanita di belakang penonton yang mengarahkan gerakan adik-adik yang tengah menari di depan. Ya, mereka memang tidak mendengar, tapi mereka mampu merasa bagaimana ketukan irama lagunya.
Saya begitu takjub melihat guru yang tengah mengarahkan gerakan adik-adik itu. Sampai
saat saya bertemu dengan guru adik saya ini, bersama dengan guru adik saya yang lain, entah, mereka ini adalah
orang-orang luar biasa. Sungguh, kesabaran mereka tentu kesabaran
tingkat tinggi, yang tidak semua orang mampu menjangkau kemampuannya.
Di kabupaten saya, Ibu Bupati begitu concern dengan keberadaan anak kebutuhan khusus ini. Di beberapa perayaan tertentu di ibukota kabupaten, adik saya selalu diundang untuk memeriahkan acara. Bahkan adik saya pernah membaca puisi juga, lho. Judulnya, eh, judulnya apa ya? Hehe, lupa. Inti isi puisinya adalah, 'Kami (anak berkebutuhan khusus) juga butuh pendidikan, dan sarana pendidikan yang sama seperti orang lain pada umumnya.' Kata adik saya setelah ia membaca puisi itu, "Mbak Ais, bapak ibu (penonton-red) yang nonton semuanya malah nangis waktu aku baca puisi." Jelas lah dik, orang saya aja nangis waktu kamu mempraktekan baca puisimu itu di rumah.
Ya, membersamainya meski tak sempurna itu
indah. Membuka mata kami, bahwa hati itu harus peduli. Membuka mata kami
bahwa banyak orang di luar sana yang juga tak sempurna, tapi tak juga
mendapat kasih sayang serupa. Tetapi adik saya menjadi salah satu yang beruntung, berlimpah kasih dari kami keluarganya. Jika bukan kami, lalu siapa lagi? Kamilah yang diberi amanah ini oleh Allah, kamilah yang harus bertanggung jawab dan jika mampu, kami ingin bertemu kembali di Jannah-Nya. Aaaamiiin :)
Ini adik saya, Rahma, tapi ini waktu masih kecil |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
need your support :)