Selasa, 11 November 2014

Cerpen - Pertemuan Terakhir


Sekali lagi hari ini aku dihadapkan dengan kelelahan yang luar biasa. Hari ini sudah pukul 9 malam, dan aku baru menghempaskan badanku ke kasur bersprei biru. Belum sempat bersih-bersih badan, rasa kantuk langsung menyergapku. Ingin sekali aku segera menutup mata, tanpa berpikir apa yang akan aku hadapi esok hari. Entah, tiba-tiba aku tak sampai badan melakukan semua hal yang wajib aku lakukan sebelum tidur…

“Sekarang sudah jam berapa? Kenapa yang lain belum datang?!” Adam berteriak di hadapan kami sambil memukul meja. Sudah beberapa kali dia mengucapkan dan melakukan hal itu hari ini. Hari itu jadwal kami berkumpul untuk membicarakan berbagai masalah yang kami hadapi. Mungkin jika aku berada di posisinya sebagai koordinator perkumpulan ini, aku juga akan melakukan hal yang sama, bahkan mungkin lebih menakutkan.

“Adam, lebih baik kita mulai saja pembahasannya sekarang. Sudah hampir 15 menit, aku sudah tidak sabar membocorkan strategi yang sudah kupikirkan semalaman untuk masalah ini.” Todi akhirnya bersuara memecah suasana ketakutan kami di ruangan itu, yang langsung dijawab dengan anggukan Adam.

Mungkin kalian penasaran, apa perkumpulan yang kami ikuti. Biar kuberitahu dulu siapa saja yang ada di ruangan tersebut, ada Adam sang koordinator, Todi, Fian, Salbina, dan aku. Seharusnya kami berenam, tetapi, atas alasan yang tidak kami ketahui, seorang lainnya, yaitu Gisel tak kunjung datang. Tetapi tunggu, aku belum akan memberitahu jenis perkumpulan kami, yang jelas aku beritahu terlebih dahulu, bahwa perkumpulan kami adalah perkumpulan rahasia, di kampus kami.

“Aku tidak sepakat denganmu, Di. Apa-apaan, itu rencana yang tidak berkualitas!” Adam mulai menunjukkan kembali keberangannya. Apa yang terjadi padanya sebelum rapat kami tak tahu. Apakah ia sedang ada masalah keluarga, kami juga tak tahu. Setahu kami, Ia bahkan tak terlalu peduli apakah keluarganya tahu ia masih hidup atau tidak.

“Adam, sekarang bahkan kita tidak tahu Gisel ada di mana. Ia tak ikut di pertemuan penting kita hari ini.”

“Sekarang fokus kita bukan Gisel, Todi! Kenapa kau selalu membahas dia? Kau jatuh cinta padanya? Dasar lelaki!” Saat itu aku merasa Adam berbicara sangat kasar. Apakah ia tak sadar bahwa dirinya juga lelaki?

“Adam!” Salbina meninggikan suaranya. Belakangan ia memang selalu diam, aku pikir dia memang tengah tak begitu sehat, “Apa kau tak sadar Gisel sudah 3 kali tidak datang di rapat kita? Egois kamu, Dam!” sambil terbatuk Salbina berteriak ke arah Adam. Seketika Adam terdiam. Saat itu aku merasa ada yang aneh, tak biasanya Adam langsung diam ketika seseorang marah padanya. Yang ada, Adam akan selalu melawannya dengan kalimat yang lebih kejam.

Saat itu juga Salbina menawarkan agar rapat diakhiri saja. Kami semua setuju, tinggal menunggu keputusan Adam. Asal kalian tahu, rapat siang itu suasananya terasa begitu mencekam. Sebagai perkumpulan rahasia tentu kami tak bisa rapat seenaknya di tempat yang umum untuk rapat. Kami melakukan pertemuan itu di dalam rumah tak beratap, berdebu dan tak berpenghuni di area kebun dekat kampus. Ujungnya, Adam pun setuju. Ia memberikan keputusan agar rapat itu dilanjutkan esok lusa.

Keesokan harinya, aku ingin membicarakan masalah Gisel secara pribadi dengan Adam. Aku akan memohon Adam untuk mempertimbangkan usul Todi mencari Gisel. Aku putuskan menunggunya di taman kampus. Kami memang berbeda kelas, karena aku dan Adam memang berbeda jurusan. Akhirnya kulihat dia keluar dari kelasnya, dan ada yang aneh dari roman wajahnya. Ia tersenyum! Jarang sekali aku melihatnya tersenyum, dan aku akui, wajahnya yang kharismatik memang menyimpan sejuta pesona di kalangan para mahasiswi. Itulah pesona yang ia bagi saat ia mengajak beberapa dari kami untuk ikut perkumpulan rahasia yang ia bentuk. Begitu pun padaku..

Jantungku begitu cepat berdegup. Entah apakah ini takut, segan, atau perasaan yang lain. Rasanya ingin aku berlari ke arahnya dan mengajaknya ke suatu tempat untuk membicarakan masalah Gisel, atau bahkan masalah lain. Tetapi begitu aku ingin melambaikan tangan ke arah lelaki itu ia justru berbelok ke arah lain. Buru-buru aku mengikutinya, tetapi tak kusangka ia menemui seseorang. Salbina!

Aku melihat mereka bercakap-cakap. Aku mendengar suara mereka berbincang. Jarakku memang cukup dekat dengan tempat mereka bertemu, tetapi anehnya, mereka tak sadar bahwa ada aku di dekat mereka. Mereka terlihat cukup hati-hati dalam pertemuan mereka kali ini.

“Sal, aku tunggu di depan. Ingat kita bertemu di tempat yang sudah kita janjikan kemarin.” Adam berkata setengah berbisik kepada Salbina. Salbina menganggukkan kepalanya. Ternyata mereka janjian bertemu!

Tanpa sadar, aku mengikuti Adam sampai di tujuan janjian mereka. Tak jauh tempatnya dari kampus, tetapi tempat mereka bertemu memang suatu kafe yang cukup lengang. Yang aku herankan mereka memilih jalan yang berbeda untuk perjalanan menuju kafe itu. Keheranan keduaku adalah, mengapa mereka datang ke kafe yang sudah jelas tak diminati orang ini. Setahuku kafe ini sepi karena harganya mahal dan makanannya tak enak.

“Sal, sepertinya ada yang mengikuti kita lagi. Ia bagian dari perkumpulan rahasia kita. Tresa.” Aneh, aku mendengar kalimat yang dikatakan Adam. Aku mendengar Adam menyebut namaku. Jarakku kali ini padahal cukup jauh. Aku berpikir jangan-jangan aku memiliki kekuatan super, sejak aku bergabung dengan perkumpulan rahasia itu. Lalu sejak pikiranku melayang ke arah yang tak jelas, tiba-tiba aku merasa aku terjatuh di suatu jurang yang gelap, dan aku ingat, Adam dan Salbina-lah yang mendorongku….
###

“Adam! Sekarang Tresa nggak datang! Kemarin Gisel, dan sekarang Tresa. Kau tak merasa aneh?” Todi kembali berteriak ke arah Adam. Kali ini Adam terdiam. Salbina diam, Fian pun diam.

“Lalu buat apa kita berkumpul di sini? Mereka bahkan tiba-tiba menghilang, Gisel tidak ada di kosan sejak 3 hari yang lalu, dan Tresa juga tak pulang sejak kemarin.” Seketika suasana semakin mencekam.

“Aku curiga mereka ketahuan sebagai bagian dari perkumpulan rahasia kita ini dan mereka disandera lalu dibunuh!”

Tiba-tiba aku terbangun. Saat itu pula aku melihat ke arah jam dinding. Pukul 4 pagi. Aku baru sadar, aku masih memakai baju kuliah yang kupakai kemarin. Badanku terasa gatal, lengket, dan bau…

Selasa, 28 Oktober 2014

Setengah Hati untuk Setengah Agama (?)

Bismillahirrahmanirrahim

Setelah sekian lama berkutat dengan benci terus nggak posting-posting lagi, tiba-tiba saya berganti haluan. Seperti biasa, membicarakan cinta memang tiada habisnya, terlebih baru seminggu lalu saya menghadiri suatu seminar pra-nikah di kampus. Acara yang bertajuk HALF DIEN ini tadinya tidak ingin saya hadiri, meskipun pembicaranya menggoda, yakni Meyda Sefira, sang aktris KCB, dan Cinta Suci Zahrana. Kenapa tadinya saya nggak pengin datang? Karena malam sebelum acara, saya hadir di suatu acara yang takutnya melelahkan hingga berujung pada keengganan untuk hadir di seminar pra-nikah ini.

"Ayolah, mbak Ais! Dateng aja. Udah 21 tahun lho sekarang! Udah 21 tahuuun!" Bujuk adik kelas saya yang cantik jelita nan solihah Isnaini Putri Solikhah (Ki lho Neen, tak pujiii!).
"Haissh, ntar lagi juga duadua kok. Tenang aja." (baru nyadar, udah tua banget ya saya)

Ya, tetapi ternyata, saya justru tertarik dengan pembicara yang lain, yakni Ustadz Yosi. Tertarik dengan cara  beliau menyampaikan materi dan kisah beliau (hehe, bukan tentang materinya). Materinya bagus, ya, seperti biasa tentang bagaimana keluarga yang baik, tentang sakinah, mawaddah dan warahmah. Mungkin akan saya sampaikan di lain waktu. Tetapi yang menarik di sini adalah mengenai kisah beliau yang menikah pada saat kuliah.

Beliau mengaku, pada saat semester 5, beliau menikahi seorang akhwat yang lebih tua dari beliau. Empat tahun lebih tua dari beliau! Bayangkan, dan kini saya duduk di semester 7 tapi belum menikah.... Oke, bukan itu yang menjadi poin yang akan dibahas pada tulisan ini, tetapi mengenai kesiapan menikah beliau yang, ehm, saya acungkan jempol sebanyak-banyaknya jempol yang saya miliki. Berani banget!

Beliau memang tidak menceritakan, bagaimana masa-masa sulit yang beliau hadapi dalam menempuh pernikahan yang begitu dini, terlebih dengan seorang calon istri, yang mungkin bisa kita perkirakan posisinya sudah lebih mapan dari posisi sang calon suami. Beliau juga menceritakan bahwa selama beliau mengerjakan skripsi, sang istrilah yang membantu menyelesaikan.

Selanjutnya tibalah saat Meyda Sefira mengisi acara. Tetapi saya sempat malu di hadapan beliau, ceritanya begini, saya adalah penonton yang duduk di tengah, dan tepat duduk di samping jalur lewat pembicara. Saat itu saya tengah searching jurnal untuk makalah penelitian saya, jadi tidak begitu awas dengan keadaan sekitar. Sampai suatu ketika saya menyadari ada suara di samping saya berbisik, "Permisi yaa..." lembut di telinga sambil menyingkirkan kardus snack dan tas saya yang menghalangi jalur 'pejalan kaki'. Ternyata beliau adalah Meyda Sefira, astaghfirullah, malunyaaaa...

Meyda Sefira menyampaikan materi menarik mengenai perempuan, di antaranya saya akui, GUE BANGET.
"Wanita itu hanya butuh didengarkan, kadang tidak butuh solusi. Maka, sekali-kali dengarkanlah ia, pusatkanlah pendengaranmu hanya untuknya." -Pesan ini dipersembahkan untuk para lelaki, dari Meyda Sefira, hehe-
Meyda juga punya kisah menarik mengenai pertemuannya dengan suaminya. Beliau bertemu dengan sang suami di jejaring sosial, facebook. Awalnya sang suami mengajak chat terlebih dahulu, namun canggihnya si Ukhti Meyda ini, dia baru membalas dua tahun kemudian setelah chat itu dikirim. Kata beliau, "Ya, kita kan harus Jual Mahal!"
Sampai pada akhirnya mereka berdua pun memutuskan bertaaruf dan terjadilah pernikahan. Di sini Meyda juga sedikit mengemukakan bagaimana sulitnya mereka memadukan jalan menuju pernikahan.

Hmm, saya jadi berpikir, di seminar iniyang diutarakan memang hanya bagaimana nikmatnya, belum terlalu menonjolkan bagaimana susahnya. Jadi pasca seminar usai, malah peserta bisa jadi makin menggebu untuk mewujudkan cita menyempurnakan separuh agama ini. Meskipun pada beberapa kesempatan, pembicara tetap mengutamakan persiapan yang perlu dijalani sebelum menikah, tapi yaaa tetap saja, karena kesenangan yang lebih dulu terbayang, jadi, ya gitu deh..

Ya, coba seminar pra-nikah ini yang dibicarakan adalah mengenai kesulitan-kesulitan pra, dan pasca menikah, mungkin ceritanya lain. Hambatan yang mungkin dihadapi, kendala saat cekcok dengan pasangan, ya gitu lah. Mungkin akan membuat para peserta seminar pra nikah menjadi berpikir berkali-kali, berulang-ulang. Ujungnya, jadi nggak menikah, hehe.

Saat ini, sejujurnya saya masih belum mengetahui standar untuk diri saya sendiri, bahwa saya sudah siap menikah atau belum. Jika teringat kalimat murobbi saya waktu saya iseng melontarkan keinginan menikah setahun yang lalu, saya jadi jiper.
"Memangnya kamu sudah siap? Sudah pasti darimana kamu akan mendapatkan penghasilan untuk anak-anakmu? Sudah tahu visi misi apa yang akan kamu bentuk untuk keluargamu? Sudah terbayang bagaimana cara mendidik anak, urutan ilmu yang akan kamu berikan pada anakmu? Sudah? Sudah? SUDAAH?"
Duh, akhirnya saya mundur, hehe. Saya merasa belum cukup keilmuan, keahlian, serta rencana hidup yang cukup untuk berumahtangga. Intinya saya masih setengah hati untuk menyempurnakan setengah agama ini. Mungkin perlu ikut beberapa seminar pra nikah lagi untuk menyempurnakan kesiapan. Sudah lah, urusin skripsi dulu deh, dari kemarin belum kelar-kelar. Bye!

Rabu, 24 September 2014

Jalan-Jalan, Girls!

Bismillahirahmanirrahim..

Jalan-jalan di sela-sela kesibukan kuliah itu kadang perlu. Akhirnya, hari ini di sela jam kosong karena dosen ngga bisa ngajar, saya diajakin buat nganter temen beli map ke gramed. Hihi, di purwokerto ada gramed, kok, adaaa.

Simple sih, cuma jalan-jalan doang ke gramed, tapi ini saya capture beberapa momen yang bisa kalian temui di gramed

Nongkrong di depan rak buku, yang biasanya di pojokan. Kalo kayak gini, pasti setelah ini dihampirin sama mas-mas petugas, disuruh minggir- maaf ya mbak, saya foto tanpa izin, hehe. 

Ini versi adek adek santri. Mereka lagi asik baca di pojokan yang isinya komik. Lucu ya, pake peci gitu - maaf lagi ya dhe, mbak cantik foto tanpa izin.
Terus selain  lihat-lihat map yang mau dibeli sama temen saya, saya juga lihat-lihat buku yang lain, di antaranya, buku yang sekarang lagi ngetren memenuhi rak-rak buku di gramed. Buku yang covernya pake nuansa korea, mulai dari judul, tulisannya pake hangul, sampai foto covernya pemain drama korea. Si Riska, temen saya sampe muak katanya liat buku buku ini

Yang ini ada huruf hangul-nya. See? These kind of books are booming, nowadays.
Another book. If ain't wrong, this title of book is a title of a drama, too. And the cover model is the cast for this drama.

Habis lihat gramed alias pulang dengan tangan kosong, saya, Alin, dan Riska mampir makan dulu sebelum balik lagi ke kampus untuk lanjut kuliah lagi jam 1 siang. Makan di Mi Ayam Ijo di deket RS PMI di purwokerto. Ini pertama kalinya saya jajan di sini, Mi Ayamnya ljo warnanya, Ijo! Haha, this is it

bergizi, soalnya dicampur sama sayuuur! Mi Ayam Kesehatan nih, hahah.
Sekian jalan jalan edisi ini. Lain waktu saya bagi-bagi cerita lagi yaaa!

Senin, 22 September 2014

Smart Phone, or Dumb Phone?

Bismillahirrahmanirrahim

H-1 ujian, bentar deh ya, posting dulu laah..

Postingan ini nggak maksud buat pamer sama sekali, nggaaak!
Setelah sekian lama bertahan dengan hape yang bodong, alias dumb phone, yang dual fungsi, yakni telpon dan sms doang, akhirnya beberapa bulan lalu ikut-ikutan punya smartphone. Dan smartphone yang saya punya ini adalah smartphone kedua yang ada di silsilah keluarga inti saya! Setelah emak saya beli tapi juga nggak begitu berubah fungsinya selain telpon dan sms, akhirnya saya memutuskan untuk punya juga. Selain itu, ya hape yang nggak bodoh tapi juga nggak pinter, hehe.

Oke, ada beberapa alasan kenapa saya ngikutin tren untuk punya smartphone, di antaranya:
1. tuntutan informasi yang berkaitan dengan kuliah, atau tugas kampus lain. 
Ada beberapa informasi penting di angkatan saya, yang kadang jika mengandalkan jarkom via sms aja nggak cukup. Ada jarkom CITO (ini adalah istilah yang biasa digunakan untuk merujuk sesuatu yang harus segera diberikan, misalnya pada tindakan dengan setting IGD rumah sakit). Terkadang, kalau lewat jarkom sms bisa terhalang kendala, jarkomer nya ngga ada sinyal, ngga ada pulsa, atau ngga dapet sms dari jarkomer yang atasnya lagi. Yaah, agak lama gitu jadinya.

2. Kegunaan yang multifungsi dari smartphone, bisa buat ngedit word, ppt, dan lain-lain, juga posting blog, lho! Menyenangkan ya, hidup terasa lebih mudah, nggak perlu nenteng-nenteng laptop ke mana-mana...

3. Bisa buat internetan, nge game, ngetweet, main instagram, intinya, KEPO jadi lebih mudah. Hahah

4. dan lain-lain... silakan tambahin sendiri..

Oke, tapi, setelah saya punya a kinda smartphone, ayah saya yang hapenya dualfungsi, nanya ke saya. "Nduk, itu temen-temenmu kalo punya tab, BB, Iphone, sama hape-hape yang kayak kamu itu kok suka bawa powerbank sih? Emang baterenya cepet habis ya?"

Saya kan cupu ya masalah powerbank gitu, lagian juga fungsi hape saya waktu itu palingan cuma buat facebook, sama twitter (ini adalah akun media sosial yang saya punyai, sebelum punya smartphone) yaudah, saya jawab aja, "Ya, kan aku jomblo pak. Nggak ada message-message selain dari dua akunku facebook sama twitter. Ya paling habis ini nambah LINE sama Whatsapp. Jadi baterenya nggak habis kalo buat konek-konekan internet gitu. Sepi sih, pak, hapeku.." 

gambar oleh gigmagz.com


Semenjak itu, saya benar-benar ngerasa kesepian dalam artian sebenarnya. Soalnya temen-temen saya kadang saya suka amatin kok asik ya ngeliatin instagram, path, dan lain-lain. Terus BBMan sama lovey dovey. Bah, saya mah nggak pernah!

Ya, sekarang sih, masih sepi, tapi akhirnya saya downloadin banyak game di handphone saya. Jadilah, batere saya cepet habis juga, tapi buat main game. Alamak.. jomblo nggak jomblo nggak ada bedanya...

Rabu, 03 September 2014

Bejana Hati

Bismillahirrahmanirrahim

Dalam setiap hati, kita dibekali setengah bejana air. Air ini akan berkurang ketika hati kita berhenti pada suatu hati yang lain. Tidak, bukan berkurang, tetapi bisa saja bertambah, terisi oleh air dari hati yang kita hampiri.

Tetapi, pilihan untuk mengisi atau mengurangi isi bejana air ini terserah engkau, teman. Ketika hati berhenti menghampiri suatu hati yang lain, biasanya ia akan lebih memilih untuk menuangkan airnya ke bejana hati yang ia hampiri. Jika hati yang lain juga menyambut dengan perasaan yang sama, maka air pun hanya akan bertukar tempat, dan saling mengisi satu sama lain.

Katakan, jika warna pada hatimu dan hati yang engkau hampiri adalah berbeda, tetapi bentuk bejananya sama. Maka, campuran air dari sepasang bejana ini akan tetap indah. Seindah warna asli sebelum warna itu bercampur. Jika campuran air ini seimbang satu sama lain, kecocokan-lah yang akan kalian dapat.

Tetapi, mari kita ambil lain cerita, sepakat kan, denganku? Seandainya hati yang kau hampiri tak miliki perasaan yang sama, maka airmu akan berkurang, dan takkan ada yang menyambut. Terlebih jika bentuk dan kapasitas bejana kalian satu sama lain berbeda. Air yang kau tuangkan ke hati itu akan memenuhi bejananya, dan sulit membuatnya untuk menerima air dari hati yang lain. Lalu kalian menjauh sebelum kondisi itu berubah, maka kau akan tetap membuat bejana hatimu tak berisi apa-apa, lalu kau penuhi bejana hatinya dalam keadaan tumpah ruah.

Garisbawahilah satu hal, kapasitas bejana. Jika kapasitas bejana kalian berbeda, bahkan sangat berbeda, barangkali kalian ‘belum’ cocok. Masihkah bisa dicocokkan? Ya, usahakanlah, agar kapasitas bejanamu sama dengannya. Caranya? Belajarlah memantaskan diri, jika kau ingin mendapatkan seseorang dengan kapasitas bejana 10 liter, maka setidaknya kau harus mampu menyamai kapasitas ini, bukan? Tentu kuharap kau mengerti maksud perumpamaan ini.


Sebelum kau tuangkan isi bejanamu itu, perhatikan dengan baik, apakah hati itu adalah hati yang tepat, kau tuangkan pada saat yang tepat, dan apakah kapasitas bejana kalian sama, atau setidaknya seimbang? Jangan sampai kau menguras isi bejanamu, sebelum pasangan bejanamu hadir. Jangan sampai juga bejanamu terlalu penuh karena tuangan air dari hati-hati yang sebenarnya bukanlah takdirmu. Hingga akhirnya, kau sulit menerima air dari hati yang sebenarnya sudah menunggumu. Berhati-hatilah dalam mengatur isi bejana hatimu... 

Senin, 01 September 2014

Al-Quran untuk Awal Generasi Emas

Tren hafidz Al-Quran pada anak-anak pada masa ini semakin meningkat. Acara televisi yang menyuguhkan anak-anak Hafidz Al-Quran ini pun mendapat tempat di hati para pemirsanya. Acara yang mengharukan ini juga membuat para pemirsa termotivasi untuk mengajarkan Al-Quran pada anak sejak dini. Selanjutnya untuk mendidik anak-anak ini menghafalkan Al-Qur'an menjadi lebih mudah.

Menurut Fatwa Syaikh Khalid Abdul Mun’im Ar Rifa’i -hafizhahullah- usia yang afdhal untuk mengajarkan Al-Qur'an pada anak adalah pada usia 3 tahun. Alasan yang mendasarinya adalah anak-anak pada usia itu akalnya masih berkembang, memorinya masih murni, dan mereka masih senang mendengar hal-hal yang baru.

Produk yang dikeluarkan oleh Syaamil untuk para generasi emas ini adalah Syaamil Quran For Kids My First Al-Qur'an. Fitur yang dikedepankan adalah Al-Quran yang menarik dan penuh dengan konten yang sesuai untuk anak-anak. Al-Quran ini juga menyuguhkan informasi mengenai tempat-tempat bersejarah Islam, serta tokoh-tokoh Islam di dunia. Ini tentu membuat anak-anak semakin tertarik utnuk mempelajari hal-hal baru yang terkait dengan Al-Quran dan Islam. 

Al-Quran ini tentu membuat generasi emas ini mampu mencintai Islam dan mempelajarinya dengan kaffah atau menyeluruh. Orang tua dapat dengan mudah mengajarkan kepada anaknya mengenai Islam dan Al-Quran. Inilah keunggulan jika Anda memiliki Al-Quran ini

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog #PameranBukuBdg2014 

Minggu, 31 Agustus 2014

Buku Dalam Diam

Seperti postingan saya sebelumnya mengenai pameran, saya membahas mengenai minat membaca masyarakat di Indonesia yang masih tinggi. Berkaitan dengan hal ini, buku seharusnya bisa menjadi suatu hal yang paling dicari oleh masyarakat Indonesia. Namun, saya mengamati, masih ada beberapa buku yang belum dikenal luas oleh masyarakat, meskipun isinya sangat menarik.

Sebagai salah satu masyarakat Indonesia, yang minat baca masih tinggi, hehe, ada beberapa hal yang membuat saya mempertimbangkan membeli sebuah buku, di antaranya:
  1. Penulis dari buku tersebut. Ada beberapa penulis yang saya sukai karya-karyanya. Biasanya, tanpa pikir panjang –tentu setelah membaca sinopsis potongan yang ada di belakang buku- ketika saya tertarik, saya akan membelinya. 
  2. Penerbit buku tersebut. Ada beberapa buku yang khas isinya dari penerbit yang menerbitkan buku tersebut. Untuk penerbit A, misalnya menerbitkan buku-buku komedi, dan lain-lain.
  3. Tingkat penasaran saya terhadap sebuah buku. Semakin saya penasaran terhadap ending kisah sebuah buku, semakin tertarik saya membelinya.
  4. Referensi dari kenalan saya. Terkadang pengetahuan saya terhadap buku-buku baru yang menarik sangatlah kurang. Inilah yang menunjang alasan saya untuk membeli sebuah buku.
  5.  Prinsip ‘lebih baik saya memilikinya daripada meminjamnya.’ Ya, terutama untuk buku-buku yang menarik dan bagus isinya. Barangkali sewaktu-waktu saya ingin membacanya kembali, hehe.

Membahas tentang penerbit, yang paling penting dalam dunia penerbitan buku adalah, kadang ada beberapa buku yang bagus dan isinya menarik, tetapi tak terdengar gaungnya, atau saya sebut ‘buku dalam diam’. Jika penerbit, misalnya dapat memfasilitasi buku-buku bagus yang menarik untuk dipromosikan, maka masyarakatnya dapat menikmati buku tersebut.

Masalah lain yang juga penting adalah buku yang diterbitkan. Buku yang akan diterbitkan memang perlu ditinjau bagaimana isinya. Menarik? Dan layak untuk dibaca masyarakat Indonesia. Sinergisasi antara buku dan penerbitnya adalah solusi untuk masalah ‘buku dalam diam’ ini.

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog #PameranBukuBdg2014

Jumat, 29 Agustus 2014

Gadget atau Konten?


Gadget bertebaran di mana-mana, dengan berbagai penawaran harga. Ada yang terjangkau oleh semua kalangan, ada yang hanya dapat dijangkau oleh kalangan tertentu. Berbagai penawaran ini membuat peningkatan permintaan terhadap gadget yang ramah harga ataupun gadget yang bikin calon pembelinya pusing tujuh keliling, masuk angin, dan rematik, hehe.

Saya sebagai mahasiswa, tentunya membutuhkan gadget yang bisa mengakomodir kebutuhan saya. Misalnya gadget dengan pengingat atau alarm. Untuk aplikasi ini, sepertinya semua gadget sudah memenuhi syarat tersebut. Apalagi jika suatu gagdet memiliki fitur-fitur Lin yang dapat memenuhi  kebutuhan saya sebagai mahasiswa yang cukup mobile.

Gadget yang sudah dibundling dengan konten tertentu yang dapat mempermudah kinerja kami tentu lebih menarik. Tidak hanya kinerja, namun juga kebutuhan. Mobilisasi mahasiswa yang cukup sibuk dengan pemenuhan kebutuhan dasar. Misalnya chat messenger, atau penyedia konten islami. Inilah yang sekarang banyak dilirik oleh masyarakat, dan kalangan mahasiswa.

Konten Islami yang banyak ditawarkan misalnya dalam mengingatkan waktu sholat, Al-Quran digital, dan masih banyak lagi konten lainnya. Ini tentu mempermudah kami sebagai mahasiswa untuk tetap menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, namun tidak melalaikan tugas sebagai mahasiswa.



Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog #PameranBukuBdg2014

Kamis, 28 Agustus 2014

Al-Qur’an yang ‘Berteriak’

Bacalah walau satu ayat!

Prinsip ini yang sangat ingin saya wujudkan sepanjang hayat. Meski hanya satu ayat, tetapi kadang manusia sok sibuk seperti saya selalu ribet untuk mengingat hal sesimpel ini. Simpel, tapi ini kebutuhan saya sebagai seorang muslim. Oya, maksud BACA di sini bukan hanya membaca, tetapi juga mentadaburi makna dari ayat yang saya baca.

Sekarang, Al-Qur’an berbagai macam bentuknya, berbagai macam fasilitasnya. Ada Al-Qur’an yang otomatis bisa bersuara sesuai dengan ayat yang ditunjuk dengan pena khusus. Inilah ajaibnya teknologi! Berkat penemuan ini, banyak orang yang tidak bisa membaca Al-Qur’an, jadi mampu memahami Al-Qur’an, ibarat alat ini adalah guru pribadi mereka untuk membaca Al-Qur’an. Tetapi, menurut saya sih, tetap efektif pakai guru ngaji, hehehe.

Berkembangnya alat komunikasi, seperti handphone misalnya yang bisa diselipkan aplikasi Al-Qur’an di dalamnya. Saya berasumsi, teknologi ini muncul karena peluang seseorang menggunakan atau setidaknya memegang handphone jauh lebih sering dibanding menyentuh Al-Qur’an. Alhamdulillah, saya sih bersyukur dengan adanya aplikasi Al-Qur’an di handphone atau di tablet. Di manapun saya berada, akses terhadap pedoman hidup seorang Muslim ini dapat diperoleh dengan mudah.

Kalau boleh berandai-andai, saya masih ingin ada pembaruan untuk teknologi Al-Qur’an ini. Mengingat prinsip saya di awal tadi, tentang membaca Al-Qur’an, saya ingin ada satu aplikasi yang dapat ‘memaksa’ saya membaca Al-Qur’an, setidaknya satu hari sekali, dan paling minimal satu ayat. Reminder-lah setidaknya. Misalnya ada aplikasi Al-Qur’an yang mampu menyentil pemiliknya untuk mentadaburi Al-Qur’an dengan berteriak, atau setidaknya dengan kalimat yang sederhana. Awalnya memang dipaksa, tetapi lama-lama akan terbiasa, dan pasti akan selalu ada waktu untuk membaca Al-Qur’an ini.

Pemaksaan ini setidaknya ke arah yang positif bukan? Memang sih kesannya kebangetan, masak ya baca Al-Qur’an harus dipaksa sampai pakai teriak-teriak segala. Teriakannya muncul dari gadget Anda lagi. Misalnya, “HAI KAMU! KAMU BELUM MEMBACA AL-QUR’AN HARI INI!”. Bikin kaget, dan seenggaknya bikin kita bertindak. Orang-orang di sekitar kita yang mendengar-pun barangkali juga akan tertarik untuk menyediakan waktu sebentar untuk membaca Al-Qur’an. Efek baik untuk semuanya kan? Hihi J

Tulisan ini diikutsertakan dalam  Lomba Blog #PameranBukuBdg2014

Rabu, 27 Agustus 2014

Buku 'Ringan' untuk Anak-Anak

Anak-anak masa kini jadi semakin gaul. Kekinian yang saya maksud di sini adalah dengan berkembangnya gadget, membuat para orang tua jadi lebih enteng memberikan apa yang anak-anak mereka mau. Dibandingkan dengan anak-anak pada masa saya dulu, di awal tahun Millenium, sungguh berbeda keadaannya dengan anak-anak masa kini.

Arus informasi yang berkembang begitu cepat, pengetahuan anak-anak masa kini, atau bisa kita sebut AMK ini menjadi lebih beragam. Saya sebagai bagian anak-anak masa dulu atau AMD cukup dibuat iri dengan kenyataan ini. Internet, stasiun televisi yang merajalela sebagai sumber hiburan masa kini membuat AMK menjadi unggul dibanding AMD. Kesenjangan antara AMD dan AMK ini tentu berimbas pada kebutuhan dua kelompok ini yang berbeda satu sama lain. Saat saya masih berstatus sebagai AMD –tentu sekarang saya sudah berstatus dewasa muda, karena usia saya sudah 21 tahun- kebutuhan saya akan informasi yang berkembang pada masa itu, tidak terlalu tinggi. Ini sebanding dengan sumber informasi yang ada pada masa itu, juga tidak terlalu banyak.

Selain kebutuhan akan informasi, AMD juga memiliki perbedaan dengan AMK pada kebutuhan akan hiburan. Dulu, kebutuhan kami akan hiburan dapat diakomodir dengan bermain bersama teman, nonton pentas Si Unyil, keluarga Cemara –suatu drama yang sarat akan makna J- tanpa terganggu oleh jutaan permainan di gadget yang menggoda untuk dimainkan. Begitu pula hiburan dari buku, majalah, yang saat itu masih diminati. Jika teman-teman yang merasa seangkatan dengan saya masih ingat dengan majalah Bobo, Inu, Aku Anak Sholeh, dan lain-lain, tentu akan setuju jika membaca majalah tersebut selalu menarik (kecuali jika Anda tidak suka membaca, hehe).

Saya sebagai AMD menyukai buku-buku dan majalah yang penuh dengan warna dan pengetahuan-pengetahuan baru. AMK yang saat ini sudah cukup terpenuhi kebutuhan informasi dan hiburannya bisa diimbangi dengan hadirnya buku yang interaktif, dan tidak kalah dengan gadget masa kini. Ada beberapa wawasan yang jika mereka tidak aktif mencari di internet, mereka tidak akan mendapatkan wawasan tersebut. Sehingga, jika terdapat buku yang menyediakan informasi pengetahuan yang menarik dan membuat mereka tidak perlu susah-susah mengetikkan keyword di google, serta memilah-milah informasi mana yang valid, tentu akan meningkatkan ketertarikan anak untuk membaca.


Wawasan serta informasi ini bisa saja diselipkan pada buku-buku cerita atau buku yang anak tidak akan merasa ‘berat’ ketika membacanya. Nilai-nilai kehidupan juga dapat ditanamkan di buku-buku yang bisa kita sebut dengan buku yang muatannya ‘ringan’. Contoh sederhana adalah dengan majalah, tabloid, atau buku bergambar, misalnya ensiklopedi anak. Buku-buku tersebut, menurut saya dapat mengakomodir kebutuhan anak-anak masa kini. Bagaimana menurut teman-teman? :)

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog #PameranBukuBdg2014

Selasa, 26 Agustus 2014

Pameran Masuk Desa, Kenapa Tidak?

Pameran selalu menarik untuk dikunjungi, pameran apapun itu. Pameran kuliner, pameran alat elektronik, pameran lukisan, dan pameran buku. Semua pameran ini tujuannya sama, untuk mempromosikan produk-produk yang didasarkan pada kategorinya. Pameran ini juga memudahkan masyarakat, hanya datang ke satu tempat, para penjual dengan berbagai macam produk sudah siap menawarkan dagangannya. Bahkan, pada pameran tertentu, para penjual berasal dari seluruh penjuru Indonesia, dan menyediakan produk khas daerahnya.

Daya tarik lainnya dari pameran itu sendiri adalah DISKON. Apalagi pada pameran alat elektronik, misalnya gadget terbaru, biasanya akan sangat ramai. Pernah suatu kali saya tertarik datang ke salah satu pameran alat elektronik ini, saking ramainya, untuk berhenti di satu stand saja, saya hanya memiliki waktu 1 menit! Tergeser oleh penduduk lain yang berebutan tempat untuk mengamati produk-produk yang ditawarkan dengan harga yang menggoda.


Pameran yang selalu ramai selain alat elektronik adalah pameran kuliner. Oh ya, pameran kuliner juga menarik lho, menarik karena kami, para pengunjung bisa icip-icip. Menikmati kuliner nusantara yang beragam sangat menyenangkan. Perlu dicatat, kalau hanya icip-icip itu kan gratis. Jadi, saya ngikut icip-icip saja, hehe.

Membaca buku gratis juga bisa didapatkan kalau kita datang ke pameran buku. Hehe, ini yang bikin menarik. Menurut saya, dari beberapa pengamatan selama saya mendatangi pameran buku, pameran buku juga selalu ramai. Dibandingkan dengan pameran alat elektronik, hampir bisa dipastikan, para pengunjung pulang dengan buah tangan. Ini menunjukkan, minat baca masyarakat Indonesia masih tinggi. Asalkan, ada fasilitas yang disediakan, contohnya dengan pameran buku ini.

Minat baca masyarakat Indonesia masih tinggi, teman-teman percaya kan? Masyarakat di sini, bukan hanya masyarakat kota ya, tentu masyarakat Indonesia seluruhnya. Tetapi kendala masyarakat Indonesia, yang notabene hidup di desa, akses untuk memperoleh buku bacaan ini sangat minim. Perpustakaan daerah hanya terdapat di kota. Begitu juga dengan pameran buku ini, yang biasanya hanya diselenggarakan di kota besar. Memang kita pahami, ada beberapa alasan tertentu, mengapa pameran -tidak hanya pameran buku tetapi juga pameran kuliner, dan pameran elektronik misalnya- diadakan di kota besar. Salah satu alasannya adalah mengenai antusias dari penduduk kota besar yang bisa dipastikan tinggi dengan adanya pameran ini.

Namun, pameran buku ini berbeda. Pameran buku menunjukkan sisi lain dari sekedar promosi buku dengan harga murah. Jika pameran bisa masuk desa, manfaat besar lain bisa kita peroleh dari terselenggaranya pameran buku ini. Mengentaskan kemiskinan, misalnya. Sederhana memang, jika pameran buku ini diadakan di desa, tetapi, teman-teman akan mendapatkan manfaat lain, misalnya, mengentaskan masyarakat buta aksara, jika pendidikan belum menjamah desa yang kita datangi. Tentu akan banyak lagi masalah yang bisa kita gali dari acara pameran masuk desa ini. Sekarang saya tanya, menurut teman-teman, apalagi masalah yang bisa kita gali? :)

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog #PameranBukuBdg2014



Selasa, 19 Agustus 2014

Ketahuan Labil

Bismillahirrahmanirrahim.

Malam-malam suwung, nggak ada kerjaan mending posting. Padahal harusnya belajar, H-2 ujian, ckck. Oke, kali ini saya akan membahas sesuatu yang lumayan membuat saya tengsin, di depan adik saya sendiri.

Kemarin sempet ketemu sama adik saya pas lagi liburan puasa deket-deket lebaran. Maklum, saya ngekos di Purwokerto, dan pulangnya nggak pasti sebulan sekali, dan adik saya tinggal di rumah nenek saya, karena SMA-nya dekat dengan rumah nenek saya. Ya, sama kayak waktu saya SMA, tapi kita beda almamater, saya SMA 3, dia SMA 6 Semarang.

Nah, ceritanya, kita lagi nonton TV di ruang belakang. Karena tv kita ada di belakang, dan parahnya, gara-gara ini, kalau ada tamu yang ketok pintu dari depan rumah, seisi rumah kadang nggak ada yang denger. Haha, parah ya, kasian tamunya. Selain itu karena rumah kita itu kayak labirin, belokannya lumayan sering, jadi kalo ada suara tamu, paling mentok itu suara nabrak tembok, nggak belok sesuai belokan rumah kita, haha.

Sore-sore waktu bulan puasa, adik saya yang kelelakian itu, karena sering naik gunung, lagi nonton acara kesukaannya. Saya? Kebetulan baru aja bangun tidur karena kecapekan puasa, hehe. Buru-buru saya tunaikan kewajiban Ashar, terus habis itu saya ikutan nongkrong di depan tivi. Tahu adik saya nonton apa? Nonton stand up comedy! Saya ikutan aja nonton, tapi agak roaming pertama-tamanya. Ini acara lawak yang mau nggak mau kadang saya harus ikutan mikir kalo mau ikutan ketawa. Nggak kayak kalo nonton lawakan wayang orang, yang liat muka pemain sama cara ngomongnya aja udah ketawa.

Karena bosen nggak ketawa-ketawa juga, saya minggir, niatnya mau tidur lagi sampe maghrib, tapi malah dipanggil suruh bikin tahu goreng. Yaudah, mending saya beranjak, dan tidak melanjutkan menonton cara lawakan yang agak susah diikuti itu.

Besoknya, saya ikutan nonton lagi. "Apaan sih, nih, ngga? Nggak lucu amat." Adik saya yang namanya Ingga ini nggak ngejawab. Dia ini sok cool banget orangnya, saya sampe sebel. Kalo sms jawabnya singkat singkat, giliran nggak punya pulsa, minta kirimin pulsa ke saya. "Yaudah tho nduk, namanya juga adik sendiri. Daripada dia minta ke orang lain?" Jawaban diplomatis dari ibu saya. Tapi gegara dia kalo di sms jawabnya singkat-singkat, saya jadi mengultimatum, "Nggak mau sms dia lagi ah, buk. PENDEK banget balesnya." Saya jadi mikir, jangan-jangan dia nggak sayang sama saya pfft.

Nah, pas hari itu saya nonton, ada seseorang yang menurut saya lucu banget. Dan 'menarik' hati saya. Keesokan paginya saya searching di youtube tentang orang itu, dari mulai waktu dia tampil dan lawakan-lawakan yang dia bikin. Lucu gitu. Terus adik saya ini kan ngikutin nonton apa yang saya tonton, ya jadi dia tahu apa yang saya tonton. Dan sepertinya, dia mengasumsikan sesuatu yang lain.

Singkat cerita, akhirnya tiba hari lebaran, dan kita mau silaturahim keluarga. Saat itu, rombongan kami dibagi-bagi, yang pakdhe budhe ikut mobil ayah saya, yang anak-anak dan sepupu ikut mobil sepupu saya. Nah, di dalam mobil sepupu saya ini, banyak hal yang diobrolkan. Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada saya adalah, "Dhe Ais, gimana calon? Dapet orang mana nih?" Ini pertanyaan yang sudah saya jawab berkali-kali dengan jawaban BELUM ADA. Teteeeup aja, ditanyaaaiiiin lagi. Iseng, saya nanya ke adik saya, "Tuh ngga, dapet orang mana, aku?" Dan sodara-sodara tahu adik saya bilang apa?

"Orang pribumi mas, orang asli *piiiiiiiip*" (menyebutkan salah satu kota di jawa barat, ngga usah ditebak ya). Parah banget, ternyata dia tahu saya menyimpan sesuatu gegara saya liat video stand up comedy. Tengsin kan, saya ternyata ketahuan lagi labil, haha. Tahu aja dia ya, lagi gimana suasana hati saya, ahaha.    


Senin, 18 Agustus 2014

Kenapa (nggak) Nulis Lagi?

Bismillahirrahmanirrahim

Hai, kenapa udah lama banget nggak nulis, sih?
Ah, enggak kok, cuma satu bulan ini nggak nulis, hehe. Tetapi, memang intensitas menulis saya menurun belakangan ini. Pengennya menulis seenggaknya satu bualn ada tulisan, tetapi, yah, maksimal 3 bulan sekali ada tulisan. Padahal sebenarnya nggak sibuk sama apa-apa lho.

Emang kemarin ke mana aja?
Sebenarnya belakangan emang lebih sering pindah ke tumblr, hihi. Tetapi, karena ternyata masih banyak hal yang saya rasa lebih menarik untuk dituangkan ke blog, jadi tidak banyak yang sudah saya tuliskan di tumblr.

(ini lama-lama kayak account ask.fm yang dikonversikan ke blog, haha)

Lagi nggak ada inspirasi? Nggak ada pengalaman menarik?
Wah, banyak sebenarnya, banyak yang bikin 'gatal' untuk diceritakan, if you know what i mean, wkwk. Jika kamu tahu, sudah beberapa draft tulisan yang pengen saya posting. tetapi, alasan untuk tidak mempostingkan itu lebih memberatkan saya. Yah, jadi opsi itu yang saya pilih.

Alasannya apa?
Yah, saya sebutin satu-satu ya. Pertama, ada beberapa tulisan saya yang menimbulkan pikiran-pikiran aneh pembacanya, Contoh, nih, saya menulis untuk teman perempuan, tetapi di salah artikan untuk perasaan hati saya kepada lawan jenis. Ya kan saya jadi bingung. Takutnya, ada beberapa draft saya yang nanti akan dianggap berbeda dengan tujuan saya semula.

Ya, mungkin karena tulisan sebelumnya banyak yang tentang hal galau?
Iya, mungkin ya. Tapi, kan, galau nggak juga setiap saat. Waktu itu cuma lagi labil aja. Nah, alasan lain saya nggak mau memposting tulisan draft saya dulu, karena kadang momennya nggak tepat. Misal, lagi bulan Ramadhan tapi saya posting wisata kuliner. Ya, nggak cocok, hehe.

Oke sekian dulu tanya jawabnya. Nanti entah kapan akan saya sambung dengan tulisan yang lebih bermutu lagi.

Senin, 14 Juli 2014

Lalu Hujan Menjawab

Kemarin, aku protes tentangmu, dan kini kau buktikan padaku.
Semalaman kau turun dan tak kau hiraukan tanah mana yang akan basah.
Semua tanah basah. Semua, sepanjang jalan yang aku lewati ketika aku melaju.
Maafkan aku, hujan. Mungkin kau marah karena aku memprotesmu.

Purwokerto, 14 Juli 2014

Minggu, 13 Juli 2014

Seperti Hujan

Hujan, akhir-akhir ini aku bingung dengan kelakuanmu. Apa yang terjadi padamu?

Hujan, mengapa kau datang di saat aku masih melaju?
Hujan, mengapa kau datang di saat aku tak bersiap sama sekali?
Hujan, mengapa kau datang tiba-tiba, dengan ukuran yang bisa dibilang sangat deras?
Lalu aku berhenti, lalu aku berlindung.
Hai hujan, kini aku sudah berhenti.
Hai hujan, kini aku akan bersiap.
Hai hujan, aku siap melaju lagi.

Ketika aku kembali melaju, tiba-tiba di langit yang lain kau tak ada.
Ketika aku sudah bersiap, tiba-tiba kau seakan berhenti.
Hujan, kau mau mempermalukanku?
Hujan, jangan buat aku seperti orang gila, yang memakai jas hujan, di saat bumi tak basah sama sekali.

PS: Belakangan hujan memang aneh, ini nyata. Bagaimana di tempat kalian?

Minggu, 23 Maret 2014

Pesan Kilas Balik

Bismillahirrahmanirrahim..

        "Kalau bisa mengulang, ada bagian kisahku yang ingin aku buang." Ia memulai cerita hari itu dengan tatapan yang masih tak berubah dari kemarin. Entah, mungkin sedang banyak masalah.
     "Dibuang? Kenapa harus dibuang? Diperbaiki sajakah tidak bisa?" Kini mataku tersedot oleh penampilannya hari itu. Ia tampak begitu sendu, tapi kecantikannya tak juga hilang dari wajahnya.
          "Aku harus menutupnya, melapisinya dengan berkali-kali menggali. Kemudian aku tinggalkan tanah itu. Dan, takkan kupijakkan lagi kakiku di sana." Seketika Ia picingkan mata untuk melongok ke bawah tempat tidurku, setumpuk koran tergeletak di sana. Saat itu giliran kamarku yang Ia sambangi. 
          "Kamu puitis ya? Ya, tinggalkan saja. Sekarang toh kamu sudah hidup di masa yang lain."
      "Tidak semudah itu. Kalau aku harus menggalinya dan menutupnya berulang kali, aku tetap harus menginjakkan kaki di sekitar tanah itu bukan? Itu proses yang sangat aku tidak suka." Koran di kolong tempat tidur kini berpindah ke lengannya. Ia tepuk-tepukkan koran penuh debu itu di lantai. Kini lantai kamarku jadi (semakin) berdebu.
        "Tahan sebentar, setidaknya ketika kamu sudah menutupnya, kamu tidak akan terjatuh lagi persis di lubang itu." Hampir terbatuk aku mengatakan hal itu. Baru aku sadar, ternyata kamarku begitu berantakan, dan tidak sehat.
          "Kalau aku jatuh di sana lagi, maukah kau membantuku untuk bangkit lagi?"
        "Aku tidak tahu. Karena aku tidak bisa berjuang sendiri ketika kamu jatuh di sana. Aku juga butuh bantuanmu. Aku butuh inginmu untuk bangkit, bukan semata aku yang harus berusaha." aku kembali ke posisi dudukku semula setelah sebelumnya kupaksa ia mengembalikan koran itu ke tempat semula. Ia memang tidak pernah bisa duduk tenang ketika bercerita. Matanya menjelajah ke seluruh sudut yang bisa ia lihat.
        "Kamu pelit sekali. Seharusnya kamu berusaha untuk menarikku. Karena ketika aku jatuh, aku tidak mampu mendorong tubuhku dari bawah jika aku tidak punya pegangan." Ia membuka buku yang ada di atas meja. Lalu ia tutup lagi. Tampaknya ia menyesal telah membuka buku itu. Lalu ia berlanjut meneliti barangku di meja satu persatu.
          "Ya, itulah. Berpeganglah pada sesuatu yang rigid, yang takkan berubah mengikuti nafsumu. Aku tidak bisa menjamin aku bisa menarikmu, atau malah aku yang terjatuh bersamamu ke lubang itu." aku ambil bantal di ujung tempat tidurku. Aku sudah ingin menyerah mendengar ceritanya, sebenarnya.
        "Sebenarnya, tahukah kamu apa yang terjadi sehingga aku bisa jatuh ke lubang masa laluku itu?" Ia menatapku. Setelah sekian lama Ia mengedarkan pandangan dan tak bisa diam. Lalu ia bergegas, ia rapikan kembali mejaku yang baru saja Ia acak-acak, "Aku pergi dulu, kunjunganku kali ini sudah berakhir. Lain kali aku akan berkunjung lagi. Tunggu aku!" Lalu ia beranjak, meninggalkanku yang terkantuk-kantuk. Aku memang sering tertidur akhir-akhir ini..
*to be continued*


Selasa, 11 Februari 2014

Pribadi Mimikri

Bismillahirrahmanirrahim

Manusia itu makhluk (jejaring) sosial, dan semua orang tahu itu. Tetapi, akhir-akhir ini saya diresahkan dengan beberapa problem. Sekarang ini, lebih banyak yang sibuk dengan akun pribadinya. Tidak semua sih, tetapi banyak yang begitu. Pernah saya beberapa kali agak marah dengan temen sebelah saya, “Eh, kamu! Dari tadi aku ngajakin kamu ngobrol tau. Kamu malah mainan hape. Aku kan jadi kayak orang gila.” Gimana enggak, saya ngajak ngomong sesuatu, tapi nggak dijawab-jawab, begitu dia jawab, jawabannya, “Eh, iya. Apaan tadi?” Kesel nggak sih? Keseeeeel!

Iya sih, sebenarnya saya masih bisa mengasyikkan diri saya dengan kegiatan yang sama seperti yang dia lakukan. Terkadang prinsip saya itu, jika seseorang memperlakukan saya ‘seperti itu’, berarti dia juga ingin diperlakukan ‘seperti itu.’ Permasalahannya adalah, hape saya bukanlah smartphone seperti milik teman-teman saya. Saya pun tidak menggunakan I-phone, I-pad, tablet, dan lain-lain lah. Apalagi yang sekarang bentuknya besar-besar itu. Alhasil saya nggak punya berbagai akun instant messaging seperti yang sedang marak dewasa ini. Saya cuma punya dua akun, facebook dan twitter, hehe. Lebih parahnya lagi, hape saya tiba-tiba konslet, game hilang semua dan nggak bisa buat internetan. Alhamdulillah sih, fungsi utamanya masih sanggup ia jalankan, secukupnya, seperti sms dan telepon.

Oke, cukup curhatnya. Sebenarnya di balik segala keresahan saya ini, saya masih sering kok bersosialisasi dengan teman-teman saya. Yah, cuma satu dua kok, yang suka sibuk dengan akunnya. Malah sebenarnya jarang sekali. Tapi sekalinya dicuekin, saya keselnya minta ampun hehe.

Tetapi, teman-teman saya ini memiliki beberapa perbedaan karakter dan keseharian yang berbeda pula. Saking berbedanya, saya sering bingung, karena saya jadi memiliki sikap seakan-akan mengikuti mereka. Berikut merupakan beberapa kelompok karakter yang saya temui:


credit : pixabay.com
1. Single but Slow  
Aku baik-baik saja, menikmati hidup yang aku punya
Hidupku sangat sempurna~
I am single and very happy~

Ya, begitu kira-kira soundtrack hidup kami. Teman-teman seperti ini saya dapatkan waktu penghujung SMA. Teman keseharian saya jarang banget yang punya pacar, dan utamanya lagi, jarang yang bahas cowok. Haha, bahas cowok sih paling tetangga depan rumah temen, terus kalo ketemu sama cowok cakep aja, sama artis cakep. Kalo ngebahas, cuma buat seneng-seneng aja. Utamanya sih, karena saya temenan sama orang-orang begini, saya jadi awet single.

Sekarang juga temenan sama orang-orang single, tapi ada yang nggak slow. Kadang suka nyeletuk, “Woi, mblo.” Atau sapaan iseng lainnya. Ya nggak masalah sih, emang apa adanya begitu, haha. Yang bikin semakin nggak slow itu, kadang, karena kita jomblo-jomblo, jadi peluang mau ngejekin atau ngejodoh-jodohin sama orang makin besar. Ini yang makin bikin agak-agak eneg.

   
2. Couple group
Ini juga ada, saya sahabatan sama temen SD dan SMP sampe sekarang. Totalnya bertiga, tapi yang dua udah jadi couple. Sisanya, ya saya, masih awet single, nggak masalah sih, nggak beban. Tetapi kadang, saya yang jadi suka diledekin. “Ntar pasti kamu deh yang paling cepet nikah, percaya!” yah, diaminkan saja deh, itu kan doa. Terus kadang juga suka liat akun medsos masing-masing temen saya ini. Ada yang foto berdua bareng, ada yang laporan lewat path lagi berdua, dan lain-lain. Kadang juga suka cerita, suka dikasih hadiah sama pacarnya kalo lagi ulang tahun, atau sekedar jalan-jalan. Iri? Dikit, haha, tapi kalo pas lagi terpapar sama mereka berdua aja kok. Kasian ya saya? Haha, enggak kok, saya semangat dan tetap mengaminkan doa mereka di awal tadi.

3. Always be a good muslimah
Grup macam ini pertama kali temukan pada saat SMA. Berkat lingkungan yang baik, saya yang masih labil (dulu) jadi menemukan di koridor mana saya seharusnya berada *tsaah. Kalau lagi terpapar dengan grup ini, rasanya adem, tentram, dan menyenangkan. Sampai sekarang, alhamdulillah masih diberi kesempatan bergabung dengan teman-teman yang membuat saya jadi always be a good muslimah (aamiin). Berkat ingatan saya juga akan grup ini, ketika saya tergoda dengan couple group saya jadi sadar. Ada hal lain yang lebih menentramkan hati saya lho, obat hati, ada lima perkaranya~~ (lanjutin sendiri yak)

4. Politic Group
Jangan salah, saya juga gabung dengan grup yang begini-begini, meskipun saya nggak ngerti-ngerti amat. Saya bergabung di badan eksekutif mahasiswa, dan kata teman saya, ini adalah alat politik. Sebenarnya saya nggak ngerti banget, karena jarang baca buku tentang pergerakan atau politik. Saya dulu sempet nyeletuk, “Aku nggak suka soal politik-politik gitu.” Lalu, teman saya membalas celetukan saya, “Terus ngapain kamu ikut BEM? Mau nggak mau kamu harus ngerti politik doong.”

“Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politisi, mempunyai pandangan jauh ke depan, dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. Keislaman seseorang menuntutnya untuk memberikan perhatian kepada persoalan-persoalan bangsa.”

Hal tersebut adalah pernyataan dari Hasan Al Banna. Tetapi, saya sama sekali belum mengerti dengan politik. Cuma, kalau lagi bergabung dengan orang-orang yang mengerti dengan hal ini, saya suka mendengarkan dengan semangat. Semacam menarik gitu, sih.

Ya, memang lingkungan itu sangat penting dalam membangun kepribadian dan jalan hidup seseorang. Kalau pada saat pencarian jati diri kita menemukan kawan yang tepat, pasti kita akan jadi orang baik, saya percaya itu. Banyak-banyak bergaul dengan orang baik, atau bahkan orang keren. Pasti ikutan keren deh. Yang penting bisa jaga prinsip saja, dan juga toleransi. Membaur tapi tidak melebur. Tetapi, kalau bisa sekalian memberi tahu mana yang benar mana yang salah. Sama-sama belajar, saya juga tidak sepenuhnya sempurna. Yuk, semangat!

Selasa, 21 Januari 2014

Kalau Ubah dengan Hati dulu, Boleh?

Bismillahirrahmanirrahim..

Bisa dibilang ini #latepost banget hehe.
Sebenarnya, judul ini sudah dipersiapkan dari tahun lalu untuk menjadi sebuah postingan. Tapi, GAGAL!
Seakan-akan udah setahun gitu ya nyiapin tulisan ini. Cuman kelewatan pas ganti tahun aja.

"Is, kemarin aku liat dia jalan sama seseorang. Di acara *menyebutkan suatu acara konser* berduaan coba. Nih, aku fotoin buktinya!"
"Oiya?? Emang berduaan doang? Berangkat berdua? Terus pulang berdua juga? Boncengan?!" Berapi-api saya mengomentari fakta ini. Setelah saya liat fotonya sih, emang iya. Niat gitu ya, temen saya sampe motoin gitu. Mungkin dia kesel juga kali ya.

Stop! Kalian menyukai lelaki yang sama? Apa jadinya ya, kalau sepasang orang yang berteman menyukai orang yang sama
Kalau kita menyukai orang yang sama, itu artinya kita memang berteman bukan? Saya Kokyu-Shiritsu Bakaleya Koukou
Itu kalimat yang dikatakan Saya Kokyu kepada Shingyouji Fumie hehe. Out of topic, kembali lagi ke bahasan pertama.

Yauda sih, emang kalo berangkat berdua kenapa? Pulang bareng kenapa? Kalau boncengan kenapa? Hak-hak dia kan? Toh juga mereka udah dewasa. Gitu.
Itu teriakan dari lubuk hati saya yang agak dalam. Kalau teriakan dari lubuk hati saya yang paling dalam, hal yang dilakukan itu sesuatu yang tidak sesuai dengan kebenaran dari yang saya tahu. *kalau fakta ini dilanjutkan, postingan ini jadi postingan yang sangat tendensius. jadi saya stop ya.*

Dari Abu Sa’id AlKhudri Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu berkata: Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam: Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, jika kamu tidak mampu maka cegahlah dengan lisanmu dan jika kamu tidak mampu juga maka cegahlah dengan hati. Dan itulah selemah-lemahnya iman (Dikeluarkan oleh Imam Muslim Rahimahullahu)
Mengubah dengan tangan, sebenernya saya bingung caranya gimana untuk perkara ini. Mengubah dengan lisan, sudah saya coba sih. Tapi saya nggak kuat.. Nggak kuat takut nanti malah jadi bersilat lidah terus jadi saya yang kalah, hehe.

Makanya, saya coba ubah dengan hati dulu. Tapi, wait! ....jika kamu tidak mampu juga maka cegahlah dengan hati. Dan itulah selemah-lemahnya iman. 
Saya jadi berpikir, apa saya hanya membuat-buat alasan kalau saya tidak mampu dengan dua cara sebelumnya? Wallahu'alam. Belum menemukan jawaban juga. Hanya pikiran saja sih postingan ini. Belum ada solusi.