Minggu, 04 Maret 2012

Polisi Lagi... Polisi Lagi... part 2


Siapa polisi itu??
Bukaaan, bukan Saeful Bachri, waktu itu beliau juga belum booming kok. Bapak polisi bilang, "Yaudah mbak, dianter ke rumah sakit aja, bisa ke rumah sakit Bunda atau PMI. Tapi, mbak bawa SIM dan STNK kan? Mana mbak?" Pak polisi lagi-lagi nodong SIM sama STNK, untung bawa, coba kalo ngga, alamat ditilang lagi niih.. Tiba-tiba nih, ada Bapak-Bapak nyeletuk, "Pak Polisi, mbaknya nggak salah. Yang salah Pak becaknya, mau belok kanan ngga liat belakang dulu." Tapi, tetap saja, mau yang salah aku atau siapa, harus ada yang nganter Bapak Becak ke Rumah Sakit.
Bapak Becak dianter sama temennya yang tukang becak naik becak, aku sama Dinda naik motor. Bapak korban udah jalan duluan, kami ketinggalan. Tapi, karena ngga tahu di mana itu rumah sakit, sempet nyasar. Akhirnya nanya deh, ke Bapak yang lagi kerja bangun rumah.

Sampai di rumah sakit. Bapak becak langsung dijemput perawat, dibawa ke ruang Bedah Minor. Apa banget nih. Katanya sih, karena mereka mengira ini korban kecelakaan, akhirnya, mereka meletakkan Bapak tersebut di Ruang Bedah Minor yang ada lampunya di atasnya. Aku keluar lagi, ngurus bapaknya yang ngenter tadi. Karena kasihan bapaknya juga mau cari duit, akhirnya kubiarkan pergi. Tadinya mau aku suruh nungguin sampe Bapak Korban selesai dirawat, tapi, kasihan juga. Akhirnya aku bayar deh biaya pengantaran, dan membiarkan beliau pergi.

Dinda ngurus administrasi. Bolak-balik dari Ruang Bedah Minor, ke loket administrasi.
"Ini mbak, diisi dulu. Nama Bapaknya siapa Mbak?"
"Waduh, ngga tahu Bu. Coba, saya tanya dulu." Ke ruang bedah minor, "Pak Muhardi, Bu."
"Usianya?" balik lagi ke Ruang Bedah Minor.
"Bapaknya Ngga tahu usianya berapa Bu.. Katanya 70an gitu, Bu."
"Alamatnya deh, mbak. Kalo nggak sekalian KTPnya." zz baliiik lagiii..
"Kecamatan Kembaran, Bu. Bapaknya ngga bawa KTP bu."
"Nama orang tuanya?" zzzzzzz, tuh ibu-ibu pengen aku remet-remet. Nanya kok nggak sekalian aja...
"Yaudah deh, bu. Apa aja yang perlu saya tanyain ke Bapaknya? Biar ngga usah bolak balik." -____-

Selesai urusan administrasi, ngeliatin bapaknya lagi dirawat. Lukanya ditutupin eh, diobatin sama perawat. Setelah itu, aku capek, pindah ke ruang Tunggu.
"Nih, is lecet.."
"Haaah?? Dind??? Kok nggak bilang??? Ya Allah... iya, sampai sobek celanamu.. Aku ganti deh..."
"Ngga usah is, ngga papa kok. Lagian aku beli celana ini cuma 25 ribuan." Dinda...Dinda... celana trainingnya sampai sobek di bagian dengkulnya.

Dokternya datang. Masih muda, kulitnya putih, mata sipit. Kayak anak boyband gitu. Tapi, judesnya minta ampuuun. "Mbak, itu bapaknya dibeliin minum, beliau agak dehidrasi." Mukanya datar banget, lebih tepatnya agak jutek. Yaudah deh, manut aja.Kayaknya jaman dulu Pak Dokter ngga lulus blok PDSKE (blok komunikasi efektif), makanya jutek. Setelah itu, kata perawat harus nunggu setengah jam, buat diobservasi. Apakah terjadi gegar otak ringan atau tidak. Sambil nunggu, kita ngajak bapaknya ngobrol.

"Maaf, ya pak, saya tadi juga agak bingung, soalnya bapak nggak ngeliat belakang. Saya mau berhenti, tapi di belakang saya juga ada motor.."
" Maaf juga ya mbak, saya juga salah, Maklum sudah tua." 
Bapaknya pun bercerita tentang anak-anaknya, istrinya, dan lain-lain. Yang bikin agak miris adalah, bapaknya sudah agak sepuh, dan tangannya agak tremor.

Masa observasi selesai. Alhamdulillah, bapaknya nggak kenapa-napa. Tibalah waktu pembayaran. Hmm, karena di rumah sakit swasta, biaya cukup mahal. Sekitar 150 ribuan lah, lupa tapi hehehe...
Kemudian, aku dan Dinda kembali ke pos polisi untuk mengambil SIM dan STNK. Kami sekalian nganter bapaknya ikutan. Bapaknya naik becak. Kita cariin becak lagi deh. Bukti, kalau kita sudah melaksanakan perintah pak Polisi.
"Lain kali hati-hati pak. Kalau mau nyebrang liat belakang dulu." kata pak polisi ke bapak korban
Selesai perkara. Aku ke Bapaknya tukang becak lagi. "Pak, gimana? Mau dianter sampai rumah atau ke Pasar Wage lagi aja?"
"Ke pasar wage aja mbak. Saya minta ganti rugi juga, mbak. Saya kan ngga bisa narik selama seminggu, Saya minta 200 ribu aja cukup mbak."
Waduuh. Pikir-pikir 200 ribu itu banyak lo. Mana nggak bawa uang. Uangku udah abis buat ngganti biaya perawatan. Akhirnya, bernego agak sengit dengan bapaknya. Membela diri, kalau kita itu perantau, nggak punya duit, udah mau pulang kampung, dan sebegainya.
"Maaf pak, kita nggak punya uang, saya cuma bisa ngasih segini. Lagian juag tadi saya udah ngganti biaya pengobatan. Bapak juga cuma lecat-lecet kok. Nggak sampai seminggu libur narik." DEAL. Aku cuma ngasih 50 ribu. Itu juga minjem uang PSDM. Tapi, tenang, udah aku balikin kok sekarang. Tiba-tiba...
"Mbak Aisyah, sini deh." terdengar suara memanggil dari dalem pos polisi., "Tadi mbak Aisyah ngasih bapaknya uang ya?"
"Iya pak. Bapaknya minta ganti rugi,"
"Berapa?"
"50 ribu, pak."
"Ikhlas?"
"Alhamdulillah ikhlas." Tadinya agak nggak rela. Tapi, setelah bilang kalimat itu. tiba-tiba plooong.. Makasih Pak Polisi ^^
"Yaudah, lain kali ngga perlu mbak. Toh, mbak juga udah bayar biaya perawatan rumah sakit. Lagian, mbak juga nggak salah kok."
"Oh, iya pak. Makasih.."
Cabut dari pos polisi. Yah, ada pelajaran yang bisa diambil. Jangan mau diperas siapapun. Meskipun memang bapaknya kasihan, tapi tetep aja bisa merugikan aku, sebagai pihak yang tidak terlalu bersalah, hehe.
Karena sudah siang, dan masih harus ke bank, serta mengantri dan bla-bla-bla, aku akhirnya ngga jadi pulkam hari itu. Akhirnya aku pulang kampung leesokan harinya, hiks ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

need your support :)