Selasa, 19 Februari 2013

Antara Lawak dan Ujian [1] part 2



Di ruang karantina, “Aduh deg-degan nih”. “Aduh, soalnya apa ya?”. “Aduh, aku lupa obat buat penyakit X nih, apa ya?” dan berjuta aduh-aduh lainnya. Tapi seenggaknya, kalo aduhnya masih diruang karantina sih, masih bisa dicari jawabannya. Lain kalo aduhnya udah di ruang presentasi.

“Satu, dua, tiga, empat, $%^$#^^%$#^%&^%#@, sepuluh, masuk ke ruang tunggu!” tunjuk salah satu petugas ujian. Hiks, dan akhirnya aku masuk di rombongan ini, Kayak mau manasik ya, rame-rame begitu.

“Eh, tadi obat buat panu apaan?” “Aduh, lupa…”

“Kriiiiiiinggggg!!” tanda waktu dimulainya mengerjakan soal, lari ke meja soal, kerjain sepenuh hati. Dari pas lihat soal sih, kayaknya kasusnya osteoporosis primer tipe 1 (keren ya ahai)

“Kriiiiiiiinggggg!!” tanda waktu masuknya mahasiswa ke ruang presentasi. Di sana sudah disediakan OHP dan seorang penguji. Dan jangan salah, jika Anda beruntung, Anda akan melihat salah seorang teman Anda tengah memasang muka miris, di ruangan itu, di depan penguji, karena belum selesai menjawab (biasanya lebih sering bengong karena ngga tahu mau jawab apa) tapi waktu yang disediakan sudah habis, dan tibalah waktu saya untuk masuk, dan memotong pembicaraan mereka berdua –penguji dan mahasiswa, yang tengah asyik ‘bercengkrama’.

Jadi memang sistemnya giliran, sepuluh orang pertama yang dipanggil, dia akan masuk ke ruang karantina yang kedua, sebelum masuk ke medan perang, sebelumnya di medan perang sudah ada yang berjuang terlebih dahulu, jadi giliran gituu.

Tiba waktu saya masuk ke ruang presentasi, sebelumnya saya melihat seorang teman saya yang keluar dari bilik yang akan saya masuki ini sudah tersenyum riang. Apa-apaan nih maksudnya? *sigh* Tapi, saya tetap bulatkan tekad. Saya putuskan untuk masuk *yaiyalah ngga masuk ngga dapet nilai kaliik :hammer: *. Begitu masuk, penguji saya adalaah parap papapa I’m lovin it #themesongmcd. Penguji saya ini terkenal banyak meluluskan mahasiswa, tapi ya nilainya ngga maksimal *katanya*.

Duuuh, padahal aku sama dokter ‘ini’ lhoo.. tapi masih ngga lulus jugaa huhu.” Ini komentar yang saya ingat  sering dilontarkan teman-teman tentang dosen yang satu ini. Kok beda ya sama pernyataan di atas? Tapi yasudah lah, yang penting saya percaya diri dengan apa yang saya ketahui puahahaha.

Lanjutkan. Pertanyaan pertama, sudah terjawab. Kedua sudah. Ketiga sudah. Keempat sudah. Kelima sudah. Keenam sudah. Bilang aja ya udah semua -__-. Tapi setelah itu, kami para mahasiswa punya pertanyaan wajib yang harus kami tanyakan sesudah menjawab soal. “Masih ada yang kurang, dok?” tanya saya dengan nafas megap2 karena kehabisan napas, setelah menjawab soal dengan bertubi-tubi. Tapi, mereka profesional sekali, bisa mengerti apa yang saya katakan meskipun bahasanya acak adul. Dan ada bermacam-macam jawaban biasanya.

#1 “Oke, coba nomer 1, 4, 5 dilengkapi.” Yang ini baik hati sekali ya :D

#2 “Hmmh.. *sigh* yang mana ya, kok kayaknya semuanya kurang ya dhek. Coba dilengkapi dari awal” waah, ini buaaaiiik banget, memberikan kesempatan kita punya nilai jauh lebih baik *tapi kadang jadi nangis darah*

#3 “Tadi kamu tuh ngomong apa sih dek? Saya nggak ngerti. Coba diulang dari awal. Yang runtut gitu lho *pasang muka sedih*.” Yang ini baik juga sih, mengingatkan kita, bahwa kita sedang gaje.

#4 “Menurut kamu ada yang kurang nggak?” yang ini nih, menjebak sooobb.. Kayak cowok lagi minta maaf sama pacarnya terus pacarnya bilang, “Menurut kamu, kamu salah apa hah?” kira-kira kayak gitu perasaannya.

#5 “……….” Biasanya kalo ada jawaban ini, mahasiswa cuma bisa bersuara memecah keheningan, “oh, emmh. Eerr… emmh……” akhirnya bunyi “Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiingggg” lah yang memecahkan kesunyian antara dua sejoli ini.

#6 “Ya, udah cukup.” Jangan seneng dulu meeen. Banyak suara mengatakan, ujung-ujungnya, meskipun kalimat ini diucapkan dengan enteng, bisa jadi kita akan bertemu lagi dengan ujian ini, masih dengan blok yang sama *baca: remed.

Dan nggak jarang jawaban ini muncul, biasanya karena sang penguji sudah memahami, kalo otak kami sudah mampet, ngga bisa berpikir jernih lagi
#7 “Yaudah, dilengkapinya besok lagi aja ya dhek. Besok bisa aja kita ketemu lagi.” Yang ini, udah jelas, fix, paten. Dapet remidi soobb :’(

Kebetulan, kalo pas saya sih, enak-enak aja. pertanyaan pertama. Spesifik, jelas, dan tidak dibuat-buat #apasih ais ngga jelas lagi.

Kebetulan yang harus saya tambahkan itu adalah mengenai terapi nonmedikamentosa (terapi selain obat) untuk osteoporosis.

“Emh, iya dok, mungkin ibu harus makan-makanan yang tinggi akan kalsium. Kemudian tidak boleh melompat-lompat. Melakukan gerakan yang terlalu mendadak. Melakukan aktivitas secukupnya, terutama lebih sering di luar ruangan, agar mendapat sinar matahari. Jangan berjalan terlalu melenggak lenggok.: Tapi tahukah sodara-sodara? Apa yang saya lakukan pas kalimat itu terucap? Tiba-tiba pinggul saya berlenggak lenggok secara involunter!

“Eh, bentar dhek, oh gitu ya. Berarti penderita osteoporosis ngga boleh jadi model ya? Nggak boleh kemayu ya?” sambil terkikik pelan setelah melihat gerakan involunter saya. Terus jadi mikir, ngapain ibu-ibu osteoporosis jadi model?

“Eeh, ehm.. i.. iya dok.. ngga boleh terlalu berlebihan tetapi maksudnya, misalnya gini dok..>> dan ini saya praktekkan! Masya Allah..
Beliau terkikik lagi. Dan suasana mendadak sunyi kemudian, “Yasudah oke dhek. Sekarang ayo tambahin lagi yang lain. Ada yang belum lho..”

“Duh, apa ya dok? Ehmm.. err.. oh… eehmm..”

“Kriiinggggggg!!!!” "eh, iya makasih dok, maaf dok ngga selesai. Makasih dok, Mari.." *buru-buru ngibrit ke pintu keluar.* 7 menit yang horor itu sudah berlalu!

Beruntungnya saya kali ini adalah, ini adalah blok yang luar biasa padatnya. Dan, tentu saja ngga mau mengulang ujian lagi dong.. Semoga LULUS! Itu doa kami semua. Dan tibalah waktu pengumuman. Eh, jangan sedih, pengumuman lulus atau ngga lulus itu biasanya cuma beda beberapa jam saja dengan jam ujian remidinya. Misalkan ujian remidi hari jumat jam 8 pagi, maka pengumumannya akan dikeluarkan hari kamis, jam3 sore. Ngga tentu juga sih, tapi seringnya begitu! Hsshh..

Ya begitulah teman2 pengalaman saya dan mereka. Masih ada lagi kok, tenang aja. Tapi ini dulu deh yang dirilis yaak hahaha.

Antara Lawak dan Ujian [1] part 1


Bismillahirrahmanirrahim..

Setelah sekian lama hibernasi, akhirnya muncul lagi. Tenang, kali ini bukan mau bicara soal jodoh kok, belum ada minat lagi, tapi, ngga janji juga tema itu ngga bakal dibahas lagi keesokan bulannya hehe^^
Sekarang, mau bahas tentang ujian, bukan ujian hidup, tapi ujian beneran! *emangnya ujian idup bukan ujian beneran -_-

Hmm, jadi, perkenalkan, kami mahasiswa, pasti riweuh kalo yang namanya ketemu sama ujian. Apalagi, kami, saat saya menulis ini, sedang bertemu dengan blok yang luar biasa sibuknya, blok DMS *DermatoMusculoSceletal*

Bisa dibayangkan kah? *agak nggak kebayang* Yaudah, ngga usah dibayangin juga sih. Sekarang mau cerita soal ujiannya aja ya. Ada beberapa kekonyolan mahasiswa kedokteran waktu menjalankan pendidikan selama ini. Salah satunya kekonyolan waktu ujian, termasuk saya.

Oke, dijelaskan dulu ya, salah satu ujian yang paling bikin kita agak keringat dingin dan gemetaran sebelum masuk ruang ujian adalah ujian SOCA. Apalagi bagi yang belum pernah mengalami SOCA. Apa itu SOCA? SOCA adalah ujian yang bikin gemeteran dan keringet dingin sebelum kita masuk ruang ujian. Eh, udah dijelasin ya? Ya maap, selain itu ujian ini adalah ujian yang dianggap sebagai ujian IMAN kita sebelum masuk hari ujian. Apakah sholat kita rajin (bagi yang muslim) ataukah ibadah kita sehari-hari sudah dilakukan dengan baik (bagi yang selain muslim, ya, hehe). Kok bisa? Yah, entah, kadang meskipun udah belajar mati-matian dan yakin bakalan lulus, ternyata hasilnya…. Ya, ujian ini unpredictable sekali, TERKADANG. 

Kadang belajar cuma sedikit, tapi ternyata hasilnya, LULUS.. yah, kita pun berasumsi, teman kita yang beruntung itu, udah rajin banget berdoa, dan hasilnya, dimudahkan waktu ujiannya. Hmm, wallahu’alam.
Jadi, SOCA ini adalah ujian, di mana sistemnya adalah sistem presentasi, kepanjangannya Student Oral Case Assesment. Namanya aja udah ketebak ya, gimana ujiannya. Sistematikanya adalah 

Karantina, bersama teman-teman sejawat >> masuk ke ruang tunggu, tanda tangan, absen  >> lari ke meja soal >> kerjakan soal dengan menulis di transparansi (waktu 7 menit)>> lari ke ruang ujian >> presentasikan hasil jawaban kita (7 menit)

Gampang kan? Gampang sih, yang susah kadang soalnya (buat yang nggak belajar tentunya, tapi, lain lagi buat yang belajar, tapi ternyata soalnya yang keluar bukan yang dipelajarin -_-. Jadi, masalahnya bukan udah belajar atau belum, tapi udah berdoa dapet soal yang bisa dikerjain atau belum.
Lalu soalnya sebenarnya gimana sih? Soalnya itu dianggap seperti kita sedang dihadapkan dengan pasien. Jadi, kasusnya, contoh ya.. “Seorang pasien datang dengan keluhan bla-bla-bla, dst…. Biasanya pertanyaannya itu apakah diagnosis anda tentang penyakit tersebut, mekanisme terjadinya penyakit, satu lagi, apa obat atau terapi yang bisa diberikan. Nah, ujian di blok kemarin, saya menemukan suatu keganjalan, dengan jawaban saya waktu soal TERAPI ini. Cuplikannya seperti ini ....
[to be continued]

Senin, 11 Februari 2013

Tokoh #1: Al-Zahrawi, dari Dokter Ahli Bedah hingga Penemu Pewarna Rambut


Bismillahirrahmanirrahim...

Waah, sudah lama bersemedi, pengen memberikan suatu postingan yang baru nih, hihi. Kebetulan sedang kosong, nah kali ini pengen mengulas tentang ilmuwan Muslim yangg ada di dunia, dan berperan besar dalam kehidupan kita sekarang ini. Kali ini, giliran Bapak Ahli Bedah yang terkenal di seantero dunia. Yuk mari kita lanjuut ;)
Ternyata, banyak kaum muslim tidak menyadari, salah satunya saya, bahwa sebagian besar peralatan yang kita gunakan di bidang kedokteran sekarang ini merupakan pengembangan dari penemuan yang menakjubkan oleh ilmuwan-ilmuwan Muslim sejak zaman dahulu. Salah satu dokter Muslim yang dikenal sangat berjasa di kedokteran, terutama dalam ilmu Bedah adalah seorang dokter bernama Al Zahrawi. Sekitar tahun 1000 M, Dokter Al Zahrawi mempublikasikan 1500 halaman ensiklopedia berilustrasi tentang operasi bedah yang digunakan di Eropa sebagai referensi medis selama lebih dari 500 tahun! Wooww, eh subhanallah :)
Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi 
Bapak Kedokteran Bedah
Salah satu jasa dokter yang memiliki nama lengkap Abu Al-Qasim Khalaf ibn Al-Abbas Al-Zahrawi ini adalah perannya dalam membuat alat bedah. Peralatan bedah modern yang sering digunakan saat ini, banyak yang memiliki desain yang sama sesuai yang dibuat oleh dokter yang terlahir pada tahun 936 M di kota Al-Zahra, sebuah kota berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol. Pisau bedah, gergaji tulang, tang, gunting halus untuk bedah mata dan sebanyak 200 alat ciptaannya hingga saat ini masih digunakan oleh para ahli bedah modern.
Inovasi lainnnya yang beliau temukan adalah ketika Al Zahrawi ini menggunakan larutan usus kucing untuk dijadikan benang jahitan, sebelum beliau menangani operasi kedua untuk memindahkan jahitan pada luka. Dokter Al Zahrawi ini jugalah yang diketahui telah melakukan operasi caesar dan menciptakan sepasang alat jepit pembedahan. Penemuan catgut, yaitu alat yang digunakan untuk jahitan internal yang dapat melarutkan diri secara alami juga dilakukan oleh ilmuwan yang sering disebut sebagai Abulcasis, The Father of Surgery ini. Penemuan ini terjadi nggak disengaja lho saudara-saudara, jadi ceritanya, beliau tengah melihat seekor monyet yang nggak sengaja menelan senar kecapinya. Nah, lalu? Kebetulan senar kecapi ini juga digunakan  sebagai bahan untuk membuat kapsul obat pada saat itu, karena senar ini memiliki kemampuan untuk dapat melarutkan diri secara alami. Prinsip inilah yang mengantarkan Bapak Zahrawi ini menemukan hal tersebut.
Beliau terkenal sampai abad ke-21 lho, dan sudah mewariskan sebuah kitab bagi peradaban dunia dengan judul Al-Tasrif– Al-Zahrawi. Di kitab ini, Al Zahrawi dengan bahasa yang rinci tetapi lugas ini menjelaskan tentang berbagai ilmu kedokteran, antara lain, ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Selain ilmu kedokteran, Al Zahrawi juga  berperan besar dalam dunia kosmetik. Banyak produk kosmetika yang berkembang sekarang ini yang merupakan hasil karya dari Al Zahrawi. Deodoran, hand lotion, dan pewarna rambut misalnya, ketiga benda tersebut  merupakan hasil tangan dingin ilmuwan Muslim yang satu ini.
Bapak Abulcasis ini memilih kota Cordoba sebagai tempat mengabdikan ilmunya. Beliau ini sebenarnya keturunan Anshar yang akhirnya menetap di Spanyol. Kota Cordoba ini jugalah kota yang dipilih Al Zahrawi ini untuk mengembangkan penemuannya di ilmu bedah dan bidang lain. Sehingga, menurut Will Durant, seorang penulis dan ahli sejarah berkebangsaan Amerika, mengatakan bahwa orang-orang Eropa pada zaman dahulu jika ingin melakukan operasi, mereka akan berkunjung kota ini
Popularitas Al-Zahrawi sudah dikenal di seantero Eropa. Hingga akhirnya banyak pelajar yang khusus datang ke Cordoba untuk mempelajari ilmu kedokteran dari beliau. Bahkan pada masa kejayaannya, Cordoba memiliki sekitar 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima. Beliau amat sangat fenomenal lho pada masanya. Banyak ilmuwan pada masa itu yang berguru pada beliau. ”Prinsip-prinsip ilmu kedokteran yang diajarkan Al-Zahrawi menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa,” ujar Dr. Campbell dalam History of Arab Medicine.

Rabu, 06 Februari 2013

Gagal Donor

Bismillahirrahmanirrahim..
Saling tolong menolong merupakan hal yang harus kita lakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Niat menolong orang lain merupakan suatu kebaikan. Ya kan? Ya kan? Baru niat saja sudah dicatat oleh malaikat, apalagi kalau sudah melakukan. Betul? Ya betul sekali #prokprok
Kita semua tahu, donor darah merupakan salah satu kebaikan yang tiada taranya. Bagaimana tidak, kita bisa menyelamatkan nyawa orang lain dengan darah kita (jika Tuhan mengizinkan). Ada orang kehilangan banyak darah karena terjadi sesuatu padanya, ia bisa menggunakan darah kita untuk mengganti darah yang hilang (berasa iklan minuman isotonik). Selain itu, kita bisa menjaga kesehatan kita, karena dengan mendonorkan darah, darah yang kotor akan dikeluarkan dari dalam tubuh (berarti penerima darah menerima darah kotor dong? Wah, itu di luar kapasitas saya, hehe)
Namun, ketika aku, eh saya ingin mendonorkan darah, selalu saja ada hal yang membuat saya selalu gagal. Segalanya hanya bersisa pahala niat. Itupun jika niatnya bener.  Bayangkan, dari 4 kali mencoba, 4 kali pula kegagalan menerpa. Sungguh, itu di luar kekuasaan saya.
Kegagalan #1
Kelas 1 SMA. Ada pengumuman dari interkom di kelas. “Hari ini ada donor darah di basecamp PMR. Bagi yang ingin mengikuti silakan mendaftar kepada ketua kelas masing-masing.”
Aku tertarik. Aku bersama temanku pun mendaftar. Saat itu usia kami 15 tahun. Pokoknya intinya aku dan teman sebangku mendaftar.
“Eh, tapi kan kita belum 17 tahuuuun…”
“Emang harus 17 tahun ya?” aku bertanya dengan rasa penasaran. Sungguh mati aku jadi penasaraaaan, kenapa donornya harus tujuh belaaaass, yoo digoyaaang!
“Iya, aiisss…!” temanku tak kalah ngotot. Kita ngobrol sambil adu besar-besaran otot biseps.
Tetapi, ujung-ujungnya kita tetap ngotot. Ngotot ikut donor, biar bisa ngeceng di tempat donor sama kakak-kakak kelas yang ganteng. Imbasnya, ketika antri di sana pas sudah di depan ibu dari PMI, ditanyain, “Usianya berapa dhek?” kita jawab,“15 tahun buuu.” Ibu itu mengernyitkan kening, “Petugaasss… mereka masih di bawah umuuurr!!”
Gagal. Gagal total. Donornya gagal, tapi tenaang, ngecengnya tetep jalan.
Kegagalan #2
Kelas 2 SMA. Sebenarnya yang ini masih di bawah umur juga. Usiaku masih 16 tahun soalnya. Tapi ngotot tetep pengen ikutan donor darah. Masuk ke basecamp PMR. Di sana sudah ramai antrian. Di depan mas-mas PMI (yang ini ganteng deh [?]) ditanyain, “Usianya berapa dhek?” kita jawab, “16 tahun maaasss.” Si mas menjawab dengan lembut, “Yaudah deh, coba ditimbang dulu berat badannya yaa..” kita-kita agak terpesona, terdiam dan tak tahu harus berbuat apa. Sungguh, wajahnya mengalihkan dunia kami. “Wooy dheek, nimbang dulu gih sanaah!” waduh, baru inget kalo disuruh nimbang.
Merem melek nggak jelas waktu ditimbang., dalam hati kepikiran, “Aduh, berat badanku berapa yaah? Jangan-jangan aku obesitas nichh..” tuh kan alay, gara-gara merem melek sih..
“Empat puluh tiga, is.” Waw, lumayan lah yaah.
“Ya mas, tadi udah nimbang, berat badan saya empat puluh tiga kilogram.”
“Waduuuh, maaf dhek, berat badannya harus di atas 45 kg, kamu tidak memenuhi, maaf ya.” Pupus sudah harapan disuntik sama mas-mas ganteng. Aduuh, niat donornya ngeceng melulu nih. Gagal maning-gagal maning.
Kegagalan #3
Ada donor darah lagiii… Sekarang kelas 3 SMA. Usia cukup. Berat badan cukup. Tinggi badan cukup. Wajah menarik. Ayo lanjutkan donor. Semangat donor darah!
Sebenarnya hampir gagal mau ikutan donor kali ini. Karena ada jam tambahan dari pagi sampai sore, jadi tidak sempat ikut donor darah yang notabene dimulai dari jam 8 dan selesai jam 12 siang. Tapi karena niat tak terkalahkan, jadi tetap ngotot ke tempat donor darah. Kali ini tempatnya di UKS. Sudah sore, sehingga antrian pun tidak padat. Hahaha, kuasai medaan.. kali ini ndak bisa ngeceng, karena sudah jadi angkatan tua, hiks.
“Dhek, masih bisa donor kan ya?”
“Oooh, masih mbak, masiiih. Tunggu dulu ya mbak..”
“Eh, kamu duluan ya, nanti aku di belakangmu.” Kita malah saling tunjuk sebelum donor. Akhirnya para lelaki jagoan memutuskan donor duluan. Pas giliran perempuan, ada beberapa yang sudah berhasil. Nah, tepat satu orang lagi di depanku, tiba-tiba mas-mas PMI berkata, “Waah, maaf mbak, kantong darahnya sudah habis.. kita cuma bawa sedikit kantong hari ini.. Jadi mbak nggak bisa donor dulu. Maaf ya mbak..”
GAGAL LAGIII GAGAL LAGIII.. Yang ini alasan paling nggak bisa aku terima. Masak cuma gara-gara kantong habis nggak jadi donor, hiks. “Eh, mbak, ini sudah diambil lagi kantongnya. Masih ada kantong nih mbak.”
Sudah menyerah mas, sudah. SUDAH. Jadi agak uring-uringan nih. Mau masnya bilang masih ada 10 ribu pun, udah ilfeel aku. Hahaha, gaya banget, padahal sebenarnya dari lubuk hatiku yang paling dalam, AKU TAKUT sama jarumnya yang guedeee bangett..
Kegagalan #4
Donor darah @Alun-Alun. Aku baca tulisan itu di dinding kamar teman kuliahku. Waah.. asikk.. donor darah lagii..
“Iya lhoo, itu kalo kamu donor dapet souvenir tempat makan yang terkenal itu lhoo. Yang mahal banget..”
“Dapet Souvenir?? MAUUU..”
Berangkatlah kami ke sana. Timbang berat badan, cukup. Isi formulir sudah. Sehat walafiat. Tekanan darah, normal. Sekarang nih, cek Hb (Hemoglobin). Cuuss.. sakitnya minta ampun, haha, enggak ding, lebay. Darahku menetes dengan deras, aargh. Dengan lincah sang perawat mengambil sampel darahku tersebut. Kemudian ia teteskan darah yang sudah diambil ke suatu larutan. Lihat apa yang terjadi..
“Waduuh, Hb nya nggak cukup dheek.. Bentar, coba lagii..” Aku pun ikut-ikutan melongok-longok apa yang terjadi di larutan biru itu.
GAGAL MANING. Aku gagal. Aku gagaaaal hiks.
Tapi, walaupun gagal, hadiah tetap di tangan *tercium niat busuk.
“Silakan ambil souvenir di sebelah sana ya mbak.” Aku segera menuju ke arah yang ditunjuk. Aku ambil souvenirnya. Aku kemudian melihat di dalam goody bag yang diberikan panitia ada sebentuk kotak makanan. Haaah kecil bangeet. Tapi, tak apa-apalah, lumayan, dapat souvenir gratis hahaha.

Selasa, 05 Februari 2013

Untuk yang di seberang sana [1]

Bismillahirrahmanirrahim..

Apa kabar teman?
Kita masih teman kan?
Aku ragu bahkan jika kau masih ingat wajahku atau tidak.

Entah, aku selalu mengingat setiap detil yang aku lakukan dan itu tersangkut padamu. Padahal itu sangat jarang sekali terjadi.

Bertemu pun tak pernah.
Akrab pun tak pernah.
Kenalan pun, tak pernah.

Apa kabar kau disana?
Pasti kau sedang sibuk.

Aku tak tahu mengapa aku bisa begitu jelas mengingatmu, padahal tak sekalipun aku bicara padamu.

Entah yang ketemui tadi malam itu engkau atau bukan.
Entah yang memberiku sepasang benda itu engkau atau bukan

Tapi, ragu itu masih ada, ragu menjemputmu, dan ragu mengingatmu.